Diancam Menko Luhut, China Akui Pulau Natuna Milik RI

Ilustrasi/Alat Transportasi di Kepulauan Natuna
Sumber :
  • ANTARA/Widodo S. Jusuf
VIVA.co.id
Tiongkok Bangun Hanggar Pesawat di Laut China Selatan
- Pemerintah Tiongkok beberapa waktu lalu mengambil langkah yang jarang ditempuh dengan mengakui hak Indonesia atas Kepulauan Natuna di Laut Tiongkok Selatan (LTS). Pernyataan itu disampaikan di depan publik untuk memberikan jaminan kepada Indonesia yang sudah mulai tak sabar dengan sikap tidak jelas Tiongkok dalam sengketa lahan tersebut.  

Laut China Selatan Memanas, Beijing: Siap-siap Perang
Dikutip dari laman Washington Times edisi akhir pekan kemarin, sebelumnya kedua negara sepakat tidak bersengketa lahan di dalam area yang diklaim Tiongkok sebagai sembilan garis putus-putus. Tiongkok tegas menyatakan kepada Jakarta tidak akan meragukan kedaulatan Indonesia terhadap Pulau Natuna. Tetapi, rupanya Beijing sengaja menghindari diskusi publik mengenai wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang bersentuhan dengan sembilan garis putus-putus tersebut. 

Buku Putih Pertahanan Jepang Bikin China Meradang
Hal itu justru kian memancing keraguan Jakarta terhadap jaminan yang sebelumnya telah disampaikan Beijing. Beberapa pihak menilai Tiongkok sengaja menggunakan strategi Fabian untuk menenangkan Indonesia. Caranya, mereka sengaja tidak pernah menyinggung isu ini sehingga menguap begitu saja. 

Alasannya, menurut Washington Times, sembilan garis putus-putus itu dibuat secara tidak akurat dan Tiongkok tidak ingin menunjukkan kelemahannya terhadap Indonesia.

Namun, pada akhrinya Tiongkok juga membutuhkan kehadiran Indonesia sebagai negara terbesar di ASEAN dalam menghadapi empat negara anggota ASEAN yang mengklaim teritori di LTS.

Situasi itu diperburuk dengan kebijakan Tiongkok yang terus melakukan reklamasi di pulau-pulau kecil yang masuk ke jaringan kepulauan Spratly. Hal tersebut membuat beberapa negara seperti Vietnam, Filipina, Jepang, Australia, Amerika Serikat dan Indonesia kesal. 

Pulau Natuna kemudian berubah menjadi titik potensial terjadinya perang antar Angkatan Laut beberapa negara yang kuat di dunia. Filipina sejauh ini menjadi negara yang paling dominan menentang Tiongkok soal sengketa di LTS.

Bahkan, mereka membawa isu tersebut ke pengadilan internasional di Den Haag. Keputusan dalam kasus ini diprediksi beberapa pihak akan lebih berpihak ke Manila. 

Tiongkok jelas geram mengetahui tuntutan hukum itu. Beberapa pejabat berwenang Tiongkok mengecam langkah Filipina dan menolak untuk ikut dalam persidangan di sana. Tetapi, pengadilan tetap arbitrasi di Den Haag justru tidak menerima upaya penolakan yurisdiksi pengadilan atas isu tersebut. 

Kesal dengan sikap yang disampaikan Tiongkok sebelumnya, maka Jakarta berniat mengikuti langkah Filipina. Pemerintah Indonesia mulai bertindak keras dalam menghadapi Beijing. 

Beberapa pekan lalu, Presiden Joko Widodo memerintahkan untuk mengerahkan beberapa jet tempur Sukhoi dan berpatroli di atas Pulau Natuna. Beberapa jenis alutsista yang dikerahkan antara lain Sukhoi Su-27, Su-30 dan F-16. Selain itu, Indonesia juga mengerahkan pesawat pemantau maritim P3-C dan pesawat antikapal selam. 

Bahkan, Indonesia turut menambah jumlah pasukan ke pangkalan militer di sana untuk menunjukkan sikap dalam melindungi teritori dan ZEE di sekitar Pulau Natuna. 

Puncaknya, pada tanggal 11 November lalu, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Luhut Panjaitan, mengatakan kepada media, jika dialog dengan Tiongkok mengenai Pulau Natuna tidak segera menghasilkan sesuatu, maka Indonesia bisa saja mengikuti langkah Filipina. Indonesia berniat membawa kasus tersebut ke pengadilan internasional untuk memperoleh klarifikasi. 

Keesokan harinya, jubir Kemlu Tiongkok, Hong Lei, mengumumkan kesediaan Tiongkok untuk mengakui di hadapan publik kedaulatan Indonesia terhadap Pulau Natuna. Hong memang tidak menyebutkan apa pun dalam pernyataannya mengenai sembilan garis putus-putus atau ZEE Pulau Natuna. Tetapi, hal tersebut tidak diperlukan, karena selama Tiongkok mengklaim kedaulatan Indonesia di pulau itu, maka perairan 200 mil di sekitarnya juga secara otomatis ikut diakui. 

"Pihak Indonesia tidak memiliki klaim teritorial terhadap Tiongkok (Pulau Spratly). Pihak Tiongkok sama sekali tidak meragukan kedaulatan Indonesia terhadap Pulau Natuna," ujar Hong. (one)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya