AS Sebut Libya Negara Gagal

Menlu AS, John Kerry
Sumber :
  • www.christianpost.com

VIVA.co.id - Amerika Serikat menyebut, Libya akan menjadi negara gagal (failed state) jika pemerintah yang berkuasa sekarang tak mampu mengendalikan negara kaya minyak itu.

Maju sebagai Capres Libya, Ini Kontroversi Saif al-Islam Gadaffi

Menteri Luar Negeri AS, John Kerry mengatakan, Libya mengalami kebangkrutan setelah NATO menyerangnya pada 2011. "Selama ini fokus kami lebih ke konflik Suriah. Tapi seperti ada yang terlupakan. Ketika teringat saya langsung memalingkan perhatian ke Libya. Saya pastikan bahwa negara itu saat ini mengarah ke negara gagal," kata Kerry, di depan Komite Alokasi Anggaran untuk Operasi Luar Negeri, di Capitol Hill, Washington DC, seperti dikutip situs Russia Today, Kamis, 25 Februari 2016.

Keberadaan Kerry di sana untuk meloloskan anggaran bantuan luar negeri 2017 sebesar US$50 miliar atau sekitar Rp675 triliun. Ini adalah kebijakan anggaran terakhir di era Pemerintahan Presiden Barrack Obama.

Mantan calon presiden AS 2004 itu juga menguraikan, Libya dan Yaman, keduanya diklaim Kerry sebagai negara gagal, telah menjadi perhatian utama Washington yang berjuang untuk mengakhiri konflik internal serta ekonomi yang amburadul.

Namun, keinginan Kerry ini dipertanyakan Lindsey Graham. Politisi Partai Republik dari Carolina Selatan ini menolak membantu keuangan Libya dalam jangka waktu lama. Menurutnya, Libya harus menghidupi sendiri warganya karena memiliki minyak berlimpah.

"Libya adalah negara kaya, dan mereka punya US$60 miliar (Rp810 triliun) dari minyak. Saya rasa mereka bisa membangun sendiri negaranya," ungkap Graham.

Kerry pun menyetujui pernyataan Ketua Komite Alokasi Anggaran itu. "Saya setuju dengan Anda (Lindsey Graham) bahwa mereka (Libya) tidak selamanya harus kita biaya supaya mereka bangkit sendiri dari keterpurukan," ujarnya.

Trik melalui dalih

Ketertarikan tiba-tiba AS terhadap Libya ditanggapi dingin oleh Abayomi Azikiwe. Editor dari Berita Kawat Pan-Afrika itu justru khawatir AS akan mengejar "yang lain" atas intervensinya di Libya dengan dalih pertempuran jihadis.

"Gagasan dan pelabelan negara gagal sudah menjadi trik AS. Itu adalah dalih untuk intervensi negara lain. Kami juga mendengar modus yang sama atas nasib Afghanistan tahun 2001 dan Irak tahun 2003," tutur Azikiwe.

Selama konflik berlangsung, Libya diperkirakan telah kehilangan pendapatan negara sebesar US$68 triliun hanya dari minyak saja. Sebelum invasi NATO, produksi minyak Libya mencapai sekitar 1,6 juta barel per hari, jauh dibandingkan dengan saat ini yang hanya sekitar 400 ribu barel per hari.

Terkait PDB, sebelum perang, Libya merupakan salah satu negara paling makmur di kawasan Afrika Utara dengan PDB mencapai US$14 ribu per kapita pada 2008. Namun, pada 2011, langsung anjlok menjadi US$5.517 dan hanya berhasil naik seribu dolar AS pada 2014.

Alhasil, karena negaranya sangat miskin maka banyak pengungsi Libya mulai melarikan diri untuk mencari kehidupan yang lebih baik di Eropa. Dan, mayoritas pengungsi memilih Italia lantaran secara geografis dekat dengan Libya.

Mengejutkan, Putra Gaddafi Daftarkan Diri Jadi Capres Libya

(mus)

Perdana Menteri Libya Abdulhamid al-Dbeibah di Tripoli, Libya, 21 November 2021

Mobilnya Dihujani Peluru, PM Libya Lolos dari Upaya Pembunuhan

Penembakan terjadi di tengah pertikaian sengit antarkelompok menyangkut kendali kekuasaan pemerintah. PM Libya lolos tanpa cedera dari upaya pembunuhan terhadapnya.

img_title
VIVA.co.id
10 Februari 2022