Prof Gerry van Klinken: Kelas Menengah Indonesia Konservatif

Prof. Gerry Van Klein, saat diskusi di CDCC Muhammadiyah, 8 Maret 2016.
Sumber :
  • CDCC Muhammadiyah

VIVA.co.id – Prof Gerry van Klinken, peneliti senior dari Netherlands Institute for Southeast Asian and  Caribbean Studies (KITLV) Leiden mengatakan, kelas menengah di Indonesia lebih unik dibanding kelas menengah di negara lain. Menurut Gerry, saat ini populasi kelas menengah Indonesia meningkat pesat dan pengaruh mereka pun bertambah besar.

Perluas Stimulus ke Kelas Menengah, Pemerintah Kucurkan Rp65 Triliun

“Mereka senang dengan politik dan memiliki kecenderungan beragama yang konservatif,” ujar Gerry pada diskusi “Konservatisme dan Pengalaman Beragama Kelas Menengah Indonesia” di Centre for Dialogue and Cooperation among Civilisations (CDCC). Diskusi ini digelar dalam rangka milad ke-52 Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah di Jakarta, 8 Maret 2016.

Gerry menambahkan, kelas menengah ini tidak menempati kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya namun menempati kota-kota “menengah”di tingkat provinsi seperti Kupang, Pekalongan, dan cenderung mendekatkan diri dengan kalangan birokrat.

Jubir Presiden: Laporan Bank Dunia Hadiah 100 Hari Jokowi-Ma'ruf

Berbeda dengan kelas menegah di Amerika dan Inggris, kelas menengah Indonesia lebih mencintai negara, menolak pasar besar, mengutamakan putra daerah, dan menguasasi daerahnya melalui jalur informal.

Menurut Gerry, umumnya kelas menengah ke atas puas dengan penghasilannya, berbeda dengan kelas menengah ke bawah yang menunjukkan korelasi pendidikan dengan pekerjaan dan penghasilan dalam mempengaruhi pilihan politik.

3 Sebab Kelas Menengah Jadi Penyelamat RI dari 'Middle Income Trap'

"Masyarakat kelas menengah atas tidak terlalu memaksakan hukum agama, namun kelas menengah ke bawah ternyata lebih mendukung syariah, karena itu perda syariah populer di kota-kota menengah.  Walau hal ini tidak berhubungan denga terorisme, tapi berkorelasi dengan konservatif atau progresifnya sebuah masyarakat," ujar Gerry dalam diskusi yang dipandu oleh Direktur Eksekutif CDCC Alpha Amirrachman, Ph.D.

Selain menghadirkan Gerry van Klinken, diskusi ini juga menghadirkan Dr. Sudarnoto Abdul Hakim dari PP Muhamadiyah dan Jajang Jahroni, Ph.D.  dari PB Nahdlatul Ulama.  Sudarnoto mengatakan bahwa terbentuknya kelas menengah merupakan keberhasilan dari pendidikan. Sama seperti Gerry, Sudarnoto setuju bahwa kelas menengah menjadi faktor dominan dalam perubahan sosial dan politik. Selain pendidikan, faktor ekonomi seperti perkembangan dunia perdagangan internasional turut membantu mobilisasi traditi, budaya, ide bahkan ilmu pengetahuan dan turut memperngaruhi faktor pendidikan.

“Dalam suatu perubahan sosial, di mana masyarakat memegang peranan, maka kelas menengahlah yang paling berperan,” ujar Sudarnoto yang juga Ketua Dewan Pakar Koordinator Nasional FOKAL (Forum Komunikasi Alumni) IMM ini. Sudarnoto menambahkan bahwa arus konservatif berkembang juga karena kondisi sosial ekonomi. Menurutnya, kelompok progresif dan liberallah yang mencetuskan sekularisme.

Jajang Jahroni dari PB Nahdlatul Ulama menengarai bahwa dukungan pada syariat Islam memang besar di Indonesia. Tapi ketika diperinci pertanyaannya, seperti soal hukum rajam, justru persentase pendukung menurun. Dengan demikian, syariat dalam konsep ideal bergantung pada penafsiran masing-masing.

“Masyarakat sekarang semakin menginginkan clean governance, perbaikan infrastruktur. Semakin lama masyarakat lebih berpikir substantif, bukan lagi berbicara simbol-simbol agama,” imbuh Jajang yang juga Wakil Ketua Lembaga Pendidikan Tinggi PB Nahdlatul Ulama ini.

Jajang sepakat telah terjadi peningkatan jumlah kelas menengah di Indonesia yang signifikan.Menurutnya, kelas menengah sekarang ini begitu sadar terhadap kemajuan teknologi dan terhadap pentingnya akses ekonomi setelah era reformasi.

Jajang mengatakan bahwa walaupun dukungan pada syariah menurun, namun dimensi konservatisme tercermin dengan kuat dalam perilaku keagamaan kita sekarang dalam bentuk kesalehan individual. Ia memberikan contoh seorang muslim yang sukses semakin sering melakukan ibadah umrah dan senang memamerkannya melalui media sosial.

“Masyarakat semakin senang melakukan kesalehan-kesalalehan individual,” ujarnya, sambil menambahkan bahwa pada saat yang sama poligami merebak di kalangan kelas menengah Muslim. Menurutnya, kelas menengah di Indonesia memiliki kencederungan saleh, konsumtif dan narsis.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya