Unicef: 1,8 Juta Orang Minum Air Tercemar Bakteri E-Coli

Krisis air bersih membuat warga secara sembarangan mengonsumsi air, yang bisa jadi tercemar bakteri e-coli.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman

VIVA.co.id – Upaya menyediakan air bersih untuk jutaan orang di seluruh dunia akan menjadi semakin berat karena perubahan iklim. Kasus Zika merebak terkait terjadinya perubahan iklim di dunia. Untuk menyadarkan jutaan orang, Unicef menggulirkan kampanye mengenai kaitan antara air, lingkungan, dan perubahan iklim,

Miris 28 Juta Masyarakat Indonesia Masih Sulit Akses Air Bersih

Hingga akhir 2015, ada 663 juta orang di dunia yang belum mendapatkan air minum dari sumber yang lebih baik. Menurut Unicef, berdasarkan data pengujian teknologi menunjukkan, masih ada sekitar 1,8 juta orang yang diperkirakan minum air yang terkontaminasi bakteri e-coli.

"Ini menunjukkan, pada air yang diminum tersebut masih terdapat materi tinja atau feses. Kondisi ini bahkan tetap terjadi di sumber air dengan pengolahan sanitasi yang lebih baik," tulis Unicef melalui rilis yang diterima VIVA.co.id, Selasa, 22 Maret 2016.

Mal di Makassar Tutup Sementara Gara-gara Kemarau Panjang hingga Krisis Air

Secara global, hingga saat ini masih ada 2,4 miliar orang tidak memiliki toilet yang layak, dan 1 miliar orang buang air besar sembarangan. Akibat perilaku ini, maka sumber air dengan sanitasi bersih juga ikut tercemar.

"Kondisi musim panas dan musim hujan tetap menjadi mata pisau. Saat musim kering dan air langka, maka masyarakat beralih menggunakan air tanah yang tidak aman. Sementara itu, ketika musim hujan, banjir yang menerjang juga merusak air dan fasilitas pengolahan tinja, sehingga feses menyebar dan mengakibatkan kolera dan diare," tulis Unicef.

Kemarau Panjang, Pakar Sebut Krisis Air Bersih Rentan Melanda Indonesia

Unicef juga menyebutkan, suhu tinggi yang diakibatkan oleh perubahan iklim juga meningkatkan penyakit yang terkait dengan air seperti malaria, demam berdarah, dan sekarang Zika. Karena, populasi nyamuk bertambah dan jangkauan geografis mereka meluas.

Menurut Unicef, kelompok yang paling rentan adalah 160 juta balita di dunia yang tinggal di kawasan dengan risiko kekeringan tinggi. Sekitar setengah miliar lainnya tinggal di zona rawan banjir. Sebagian besar dari mereka tinggal di sub-Sahara Afrika dan di Asia.

Demi meningkatkan kesadaran mengenai kaitan antara air, lingkungan, dan perubahan iklim, maka berbarengan dengan Hari Air yang jatuh pada 22 Maret, Direktur Eksekutif Unicef Anthony Lake dan lembaga-lembaga terkait melakukan kampanye #ClimateChain. Tujuan kampanye ini adalah membangkitkan kesadaran bahwa ketersediaan air yang bersih dan higienis terkait dengan perubahan iklim dan lingkungan.

Laporan : Dinia Adrianjara

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya