Presiden Prancis Akui Terlalu Banyak Imigran ke Negaranya

Presiden Prancis, Francois Hollande.
Sumber :
  • REUTERS/Charles Platiau

VIVA.co.id – Presiden Prancis, Francois Hollande, mengatakan bahwa negaranya memiliki 'masalah dengan Islam', lantaran terlalu banyak imigran gelap yang datang ke negaranya dalam beberapa waktu terakhir.

Kepemimpinan Profetik, Transisi Kepemimpinan Nasional 2024

"Memang benar ada masalah dengan Islam dan tidak ada yang meragukan itu. Masalah ini timbul karena mereka menuntut pembangunan tempat ibadah dan pengakuan.

Ini memang bukan sesuatu yang berbahaya, tetapi mereka ingin menyatakan dirinya sebagai agama di sini (Prancis)," kata Hollande, dalam buku yang berjudul, 'A President Should Not Say That: Secrets of Five Years in Office', seperti dikutip laman Guardian, Kamis 13 Oktober 2016.

Berfilsafat Itu Perintah Agama

Selain itu, mengenai permasalahan imigrasi, Hollande menyebutkan bahwa terlalu banyak pendatang yang masuk ke Prancis.

Ia pun terang-terangan kalau kedatangan imigran harus dihentikan. "Kita mengajarkan mereka untuk berbicara Prancis. Lalu, kelompok yang sama tiba dan kita harus memulai dari awal lagi. Ini harus dihentikan," ungkap Hollande.

Memaknai Maulid Nabi bagi Generasi Z

Seperti diketahui dalam satu tahun terakhir, negeri Menara Eiffel ini dilanda serangkaian aksi teror. Berdasarkan data yang dikelola VIVA.co.id, Prancis mengalami beberapa kali serangan di sepanjang 2015 hingga pertengahan 2016.

Pada Januari 2015, tiga orang bersenjata menyerbu kantor majalah Prancis, Charlie Hebdo. Dalam peristiwa itu 17 orang tewas seketika. Kemudian, pada Juni 2015, serangan teror kembali melanda negeri Menara Eiffel itu.

Para teroris berusaha meledakkan pabrik gas di Saint Quentin, Fallavier, tenggara Prancis.

Selanjutnya, serangan terbesar pada 13 November 2015, di mana sembilan orang, sebagian besar pernah bertempur di Suriah bersama ISIS, melakukan serangan di beberapa titik keramaian ibu kota Paris.

Serangan antara lain terjadi di dekat Stadion Stade de France dan gedung konser Bataclan, yang terletak tak jauh dari kantor majalah Charlie Hebdo.

Aksi terkordinasi itu menewaskan sebanyak 130 orang dan melukai 350 orang lainnya.

Pada 13 Juni 2016, di mana serangan minor terjadi di Paris yang menewaskan seorang personel polisi dan istrinya di rumahnya di Magnanville, sekitar 55 kilometer sebelah barat laut negeri itu.

Terakhir, perayaan Hari Nasional Bastille (Bastille Day) di kota Nice, pada 14 Juli, di mana sekitar 80 orang tewas dalam serangan truk berkecepatan tinggi.

(ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya