Konflik Suriah Makin Meruncing, Kemlu: KBRI Tetap Beroperasi

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Arrmanatha Nasir.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Avra Augesty

VIVA.co.id – Kementerian Luar Negeri menegaskan, Kedutaan Besar Republik Indonesia di Damaskus, Suriah, tetap beroperasi meski konflik makin meruncing.

ASPINA Belanda Diluncurkan, Bagaimana Prospeknya bagi Ekonomi RI

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Arrmanatha Nasir mengungkapkan, serangan rudal jelajah Tomahawk milik Amerika Serikat ke Pangkalan Udara Shayrat, hari ini, tidak mengganggu aktivitas KBRI.

"Di Damaskus, serangan rudal menargetkan militer. Sampai saat ini kami terus mengikuti perkembangan di Suriah, khususnya operasional KBRI, karena masih ada WNI di sana," katanya, di Jakarta, Jumat, 7 April 2017.

RI Bicara Tegas di OKI Minta Tanggung Jawab Bantu Rakyat Afghanistan

Arrmanatha juga mengatakan bahwa Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi terus berkoordinasi dengan KBRI Damaskus mengenai perkembangan terkini. Berdasarkan data Kemlu masih ada 2.000 WNI lagi yang bertahan di Suriah.

Tentunya jumlah itu masih estimasi karena diduga ada banyak lagi yang tidak pernah tercatat alias ilegal. Selain itu, Indonesia mengutuk sekaligus prihatin atas aksi serangan gas klorin di Suriah, dan tindakan balasan Amerika Serikat dengan menembakkan rudal jelajah Tomahawk ke negara tersebut.

Menlu Retno Sebut Indonesia Ingin Afghanistan Jadi Negara Damai

"Indonesia sangat mengutuk penggunaan senjata kimia di Suriah, apa pun itu tujuannya. Tapi kami juga prihatin dengan serangan unilateral oleh pihak mana pun, termasuk penggunaan rudal Tomahawk untuk merespon serangan kimia itu," tutur dia.

Ia menambahkan, tindakan militer yang dilakukan tanpa persetujuan dari Dewan Keamanan PBB tidak sejalan dengan prinsip-prinsip hukum internasional dalam menyelesaikan konflik. Sebab, serangan balasan AS tersebut justru menambah keruh suasana.

Arrmanatha menuturkan untuk menciptakan perdamaian dan stabilitas di Suriah, satu-satunya jalan yang dapat ditempuh ialah dengan melakukan dialog inklusif yang melibatkan semua pihak.

"Indonesia terus mendesak PBB agar segera menghentikan tidak kekerasan, melindungi dan menghormati HAM, serta menyelesaikan konflik melalui perundingan dan diplomasi. Termasuk dibukanya akses kemanusiaan agar bantuan bisa masuk," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya