Muslim Uighur Tak Boleh Gunakan Bahasa Mereka di Sekolah

Pria berjenggot dari etnis Uighur di Xinjiang, China.
Sumber :
  • REUTERS

VIVA.co.id – Pemerintah China kembali memberlakukan larangan pada Muslim Uighur. Kali ini mereka melarang kelompok Muslim mayoritas di China itu menggunakan bahasa etnik mereka di sekolah.

Mengenal Xinjiang, Rumah Mayoritas Muslim di Negara China

Larangan itu disampaikan pada Juni lalu. Akhir Juni, pemerintah China melalui Departemen Pendidikan di Provinsi Hotan (Hetian) mengeluarkan lima instruksi yang melarang penggunaan dan pengajaran bahasa tersebut di sekolah-sekolah.

Menurut instruksi tersebut, sekolah harus berkeras untuk secara penuh memopulerkan bahasa umum dan sistem penulisan nasional sesuai hukum, dan menambahkan pendidikan bahasa etnis berdasarkan prinsip dasar pendidikan bilingual, ujar Radio Free Asia, seperti dikutip Independent, Kamis 3 Agustus 2017.

Human Rights Watch Menuduh China Menutup dan Menghancurkan Masjid-masjid

Dikatakan bahwa sekolah juga harus melarang penggunaan bahasa Uighur dalam kegiatan kolektif, kegiatan publik dan pengelolaan sistem pendidikan, dan dengan tegas memperbaiki metode yang salah untuk menyediakan pelatihan bahasa Uighur kepada guru bahasa China.

Ketika anak-anak kembali bersekolah di musim gugur, sekolah-sekolah tersebut harus dengan tegas sudah menggunakan bahasa Mandarin. Dan mereka wajib menggunakan bahasa Mandarin sejak usia kanak-kanak hingga SMU. Penggunaan bahasa Mandarin akan menjadi cakupan bahasa umum dan sistem penulisan.

51 Negara Kecam China Karena Melanggar Hak-hak Warga Uighur

Sekolah yang melakukan hal politik, dan menolak menerapkan perintah tersebut akan dituduh "berwajah dua" dan akan dihukum berat.

Muslim Uighur adalah kelompok mayoritas di Provinsi Xinjiang, namun mereka terus mendapatkan tekanan dari pemerintah China. Beberapa tahun terakhir mereka kerap melakukan perlawanan dan pemberontakan. Pemerintah China menuduh Muslim Uighur sebagai kelompok ekstremis dan radikal.

Meskipun pemerintah China mengakui 56 etnis minoritas yang berbeda - termasuk orang-orang Uighur - di negara ini, namun mereka terus berusaha menindak ekspresi individu untuk menciptakan masyarakat yang homogen di bawah komunisme.

Pemerintah nasional di Beijing mengatakan bahwa mereka mencoba untuk memperkenalkan "sistem bilingual" di sekolah-sekolah di wilayah dengan memfasilitasi penggunaan dua bahasa, Mandarin dan Uighur. Namun, praktik sekolah di wilayah tersebut dipaksa untuk dilakukan secara monolingual.

Ilshat Hassan, Presiden Asosiasi Uighur Amerika yang berbasis di AS, mengatakan pemerintah daerah telah melanggar undang-undang China mengenai penghormatan terhadap etnis minoritas.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya