Myanmar Tolak Tawaran Gencatan Senjata dari Pemberontak ARSA

Pengungsi Rohingya usai melewati perbatasan menggunakan perahu menyusuri Naf River di Teknaf, Bangladesh, 7 September 2017.
Sumber :
  • REUTERS/Mohammad Ponir Hossain

VIVA.co.id – Kelompok pemberontak Rohingya, yang menamakan dirinya The Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) mengumumkan gencatan senjata selama satu bulan. Pengumuman itu disampaikan pada Minggu, 10 September 2017.

11 Warga Rohingya Meninggal di Perairan Barat Aceh, Menurut Laporan Imigrasi

Kelompok ini lalu meminta militer Myanmar juga meletakkan senjata seperti mereka. Namun pemerintah Myanmar menolak tawaran gencatan senjata itu. Juru bicara pemerintah Zaw Htay mengatakan pemerintah Myanmar tak akan melakukan negosiasi dengan kelompok teroris.

Sejak kekerasan meletus di Rakhine pada bulan lalu, sudah lebih dari 294.000 warga Rohingya melarikan diri ke Banglades. Kekerasan bermula ketika kelompok ARSA menyerang sejumlah pos polisi di perbatasan, dan menewaskan 12 orang.

6 Jenazah Diduga Pengungsi Rohingya Kembali Ditemukan di Perairan Aceh

Penyerangan ini membuat militer Myanmar kalap dan melakukan penyerangan balasan dengan memburu warga Rohingya yang diduga menjadi bagian dari ARSA, yang oleh pemerintah Mynmar sudah ditetapkan sebagai organisasi teroris.

Warga Rohingya di Rakhine, yang tak memiliki kewarganegaraan, kebanyakan beragama Islam yang menjadi agama minoritas di negara mayoritas Budha, mengatakan militer dan pemeluk Budha di Rakhine melakukan aksi brutal dan kampanye melawan mereka. Juga membakar desa-desa mereka. Pernyataan itu ditolak oleh pemerintah Myanmar. Pemerintah Myanmar mengatakan, yang mereka perangi adalah kelompok teroris.

3 Mayat Diduga Imigran Rohingya yang Mengapung di Laut Aceh Dievakuasi Tim SAR

Itu sebabnya, pada Minggu, 10 September 2017,seperti dikutip dari BBC, melalui akun Twitternya juru bicara pemerintah Myanmar Zaw Htay menuliskan cuitan, "Kami tak memiliki kebijakan untuk melakukan negosiasi dengan teroris."

Sementara pihak berwenang di Bangladesh mengatakan mereka berjuang untuk mengatasi masuknya Rohingya ke negara tersebut.  Menteri Luar Negeri Bangladesh Mahmood Ali menggambarkan kekerasan di Myanmar sebagai genosida.

Warga Rohingya yang tiba di Bangladesh tinggal di kamp darurat dan meskipun ada upaya oleh lembaga bantuan internasional dan sukarelawan lokal, tapi air, makanan dan obat-obatan tidak banyak tersedia.

Pemerintah Bangladesh juga menempatkan lebih banyak polisi dan tentara di perbatasan, untuk mengatasi terus terjadinya perkelahian dan pengepungan truk bantuan oleh Rohingya yang putus asa.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya