Setiap Hari Dua Gadis Ini Lalui Jalur Bahaya demi Sekolah

Perjalanan bahaya dua gadis Himalaya menuju sekolah mereka.
Sumber :
  • BBC

VIVA.co.id – Radhika dan Yashoda, dua gadis yang tinggal di wilayah terpencil di ketinggian pegunungan Himalaya. Tapi, untuk urusan sekolah, keduanya rela menembus bahaya.

Selain Everest, Ini 10 Gunung Tertinggi di Dunia yang Wajib Diketahui

Diceritakan oleh BBC, kedua gadis ini sudah bangun dari lelap tidur mereka sejak pukul lima pagi. Keduanya lalu memanfaatkan waktu selama setengah jam untuk sarapan dan mempersiapkan diri.

Sebelum berangkat, keduanya selalu berdua di sebuah kuil Hindu, yang berlokasi di pusat desa mereka di Syaba, Himalaya. Ayah Radhika dan Yashoda akan melepas keduanya dengan senyum serta harapan.

Ekosistem Himalaya Sudah Tak Stabil Ancam Sumber Air Minum Asia

Kedua gadis berusia 14 dan 16 tahun itu membutuhkan waktu antara dua hingga tiga jam, tergantung kondisi cuaca. Jalur berbahaya pun mereka tempuh untuk mencapai sekolah mereka yang berlokasi di Maneri dan Malla.

Tak ada jalan nyaman menuju lokasi sekolah. Kedua gadis itu, dengan membawa buku dan bekal makan siang, berangkat melalui jalur sempit yang penuh bebatuan. Salah satu jalur paling sulit dan berbahaya dalam perjalanan mereka adalah saat menyeberangi Sungai Bhagirathi. Keduanya akan menaiki keranjang yang membantu mereka menyeberang sungai.

Apa Penyebab Banjir Besar di Bukit Es Himalaya

Mereka harus berpegang sangat erat pada keranjang besi yang bergerak pelan melintasi sungai dengan arus yang sangat deras. Perlu kekuatan besar untuk membuat keranjang terus bergerak.

Jika musim hujan, mereka perlu tenaga lebih kuat lagi. Sering kali warga desa mengalami kecelakaan ketika berusaha menarik keranjang lebih kuat. Sekali celaka bisa fatal, kehilangan jari jadi taruhannya.

"Kami harus berpegangan pada keranjang troli dengan sangat ketat untuk memastikan tidak jatuh di air deras," kata Yashoda. Sepupu mereka pernah terjerat dalam tali dan jatuh ke air di bawahnya. Untungnya, dia selamat.

"Kami juga harus berhati-hati dengan minyak pada kabel yang bisa membuat tangan kotor, tapi kami berusaha melindungi pakaian dari minyak itu," kata Yashoda. "Celana sekolah kami berwarna putih, jadi noda itu akan nampak," dia menambahkan.

Jika sudah tiba di daratan, di sebelah utara Bhagirathi, mereka akan menunggu angkutan yang akan membawa mereka ke sekolah. Kengerian belum berakhir. Sebab, mereka akan melintasi hutan lebat, di mana beruang dan macan tutul kerap terlihat.

Jika haus atau lapar di perjalanan, kedua remaja ini biasa meminum air langsung dari mata air yang bertebaran di sepanjang jalan, juga memetik ketimun liar. Namun, demi cita-cita, keduanya rela menempuh perjalanan sulit itu. Yashoda ingin menjadi polisi, sedangkan Radhika bercita-cita menjadi guru.

Tapi keduanya memantapkan hati, tak akan menikah di usia muda, seperti yang dilakukan kedua orang tua mereka. Kakak beradik ini menjawab pasti, mereka ingin terus sekolah.

Banyak anak-anak di Syaba berhenti sekolah. Jika mereka ingin melanjutkan pendidikan, mereka harus meninggalkan desa dan menyewa tempat tinggal. Tapi Yashoda dan Radhika melakukan hal yang berbeda. Mereka tetap tinggal di desa, dan tetap bersekolah demi mewujudkan mimpinya.

Ada sekitar 200 desa seperti Syaba di wilayah pegunungan Himalaya, di Uttarakhand, yang berjarak sekitar 400 kilometer dari Delhi. Beberapa desa memiliki jalan yang dilalui kendaraan, namun sebagian lagi tak ada. Warga desa harus berjalan kaki jika ingin bepergian.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya