Sidang First Travel, Modus Pencucian Uang Dibeberkan

Ahli dari PPATK menjadi saksi di sidang First Travel di PN Depok.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Zahrul Darmawan (Depok)

VIVA – Jaksa Penuntut Umum menghadirkan saksi ahli dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK terkait kasus penipuan, penggelapan dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang diduga dilakukan tiga bos First Travel. 

Datangi Kejari Depok, Korban First Travel Minta Aset Segera Dikembalikan

M. Novian, ahli dari PPATK menjadi saksi dalam sidang lanjutan perkara tersebut di Pengadilan Negeri Depok, Jawa Barat, Rabu, 11 April 2018. Selain dari PPATK, tiga saksi dari pihak terdakwa juga dihadirkan dalam sidang kali ini.  

Novian mengemukakan, konstruksi hukum terhadap tindak pidana penipuan dan TPPU, dalam unsur Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 disebutkan, seseorang dalam melakukan transaksi cukup dia dengan patut diduga atau mengetahui asal usul harta kekayaan tersebut mengisyaratkan adanya pelanggaran hukum.

Pengacara Sebut Ada Aset Bos First Travel yang Raib

“Dalam hal ini dia mengetahui adanya sifat dari penipuan yang dia lakukan, sudah cukup baginya untuk pengetahuannya terhadap asal usul kekayaan tersebut. Tinggal dilihat ketika kekayaan hasil penipuan itu pindah ke suatu tempat apakah ada tujuan menyembunyikan, menyamarkan yang dilakukan oleh pelaku," ujarnya. 

Novian melanjutkan, "Kalau ada tentunya dia memenuhi  unsur pasal tiga tadi. Artinya sifat pengetahuan ketika transaksi dilakukan sudah ada pada pelaku bahwa asal usulnya dari tindak pidana."

First Travel Salahkan Negara karena Gagal Tunaikan Tuntutan Jemaah

Dia juga menjabarkan praktik-praktik yang dilakukan oleh para pelaku penipuan maupun penggelapan, untuk menyamarkan harta kekayaannya. Biasanya, kata Novian, pelaku akan menggunakan rekening perusahaan untuk menutupi kecurigaaan berbagai pihak, termasuk perbankan.  

“Artinya begini, andai saja pelaku menggunakan rekening pribadinya, pihak perbankan akan curiga apalagi jika sering dan besar. Sebaliknya, perbankan tidak akan curiga jika rekening yang digunakan rekening perusahaan karena perbankan akan menganggap uang atau transkasi yang dilakukan adalah benar, sebagai kegiatan yang sah sebagai sebuah bisnis,” ujarnya

Masyarakat Terkecoh

Keadaan itu, lanjut dia, mencerminkan sikap batin pelaku agar uang tersebut  seolah-olah berasal dari kegiatan bisnis yang sah sehingga digunakan rekening perusahaan tersebut untuk menampung hasil tindak pidana penipuan. "Kami melihat itu memenuhi unsur pasal 3 (TPPU).  Masyarakat maupun aparat pun akan terkecoh, seolah-olah kekayaan berasal perusahaan,” ujarnya.

Jika pelaku menggunakan nama orang lain untuk membeli aset, lanjut Novian, hal itu juga dilakukan untuk menyamarkan aliran dana maupun transaksi yang dilakukan agar tidak terlacak.

“Kalau dalam kasus itu hasil penipuan ataupun penggelapan maka dalam aturan dirampas untuk dikembalikan pada yang berhak. Kalau korupsi dikembalikan untuk negara.”

Setelah mendengar keterangan saksi ahli terkait modus pelaku TPPU, hakim menskor sidang selam dua jam. Nantinya, sidang akan dilanjutkan dengan agenda mendengarkan keterangan tiga saksi lainnya.   

Tiga bos First Travel yaitu Direktur Utama First Travel Andika Surachman, Direktur First Travel Anniesa Hasibuan, dan Direktur Keuangan First Travel Siti Nuraidah Hasibuan didakwa atas kasus penipuan, penggelapan dan TPPU.  

Korban mencapai ribuan jemaah, dengan kerugian lebih dari Rp900 miliar. Penjelasan saksi ahli dibutuhkan untuk memperdalam motif maupun modus yang dilakukan dalam kasus tersebut. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya