Sembilan Bulan Pimpin Jakarta, 8 Kegagalan Anies-Sandi Versi PDIP

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Anwar Sadat

VIVA – Sekretaris Fraksi PDIP Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta, Dwi Rio Sambodo memberikan catatan kritik terhadap pemerintah Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan selama sembilan bulan memimpin Ibu Kota Jakarta.

Analisis Komunikasi Politik dalam Rencana Pertemuan Prabowo dengan Megawati

Setidaknya, ada delapan catatan yang dilontarkan Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta tersebut. Pertama, soal penataan Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Pada 2012, Gubernur Joko Widodo disebut telah mengimplementasikan memanusiakan manusia dengan mengajak pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan di trotoar untuk berjualan di kios Blok G Pasar Tanah Abang. Tujuannya adalah untuk mengurangi kemacetan dan membuat PKL nyaman dari kejaran oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. 

Pidato Wajah dan Fisik di Gelora Bung Karno

"Dengan difasilitasinya PKL oleh Anies Sandi untuk berjualan di tengah jalan dengan menutup jalan, sangatlah bertentangan dengan rasa keadilan untuk warga lainnya," ujar Dwi di kantor Jakarta Pusat, Senin 16 Juli 2018.

Apalagi penggunaan jalan sebagai lahan untuk berjualan, kata dia, sangat bertentangan dengan Undang-undang dan aturan-aturan yang berlaku. 

Anies Ubah 22 Nama Jalan di DKI Jadi Nama Tokoh Betawi, Ini Daftarnya

Kedua, soal konsep rumah DP Nol Persen. Program dan janji kampanye kepemilikan rumah bagi warga Jakarta kurang mampu dengan DP 0 persen yang baru saja diluncurkan oleh Anies Sandi, menurutnya tidak konsisten. 

Bahkan, kata Dwi, skema pembiayaannya tidak transparan dan tidak jelas. Peruntukannya pun, ternyata hanya untuk warga kelas menengah Jakarta yang berpenghasilan Rp7 juta per bulan. 

"Sementara, UMP (upah minimum provinsi) di Jakarta, masih di angka Rp3,6 juta perbulan. Lalu, untuk siapa rumah lapis itu dibangun?" ujarnya. 

Kemudian ketiga, program 0K Otrip yang digadang-gadang sebagai salah satu unggulan pemerintahan Anies-Sandi tak kunjung terealisasi sesuai dengan target dan disebut gagal sama sekali.  

"Itu artinya tanda-tanda kegagalan. Artinya, program itu tidak menarik bagi pengusaha angkutan," ujarnya. 

Keempat, OK OCE yang merupakan salah satu program unggulan Anies-Sandi dinilai tidak konsisten, karena pemberian modal untuk peserta ternyata bukan dana bergulir. Namun, ternyata dana pinjaman dari bank dengan bunga 13 persen.

"Ini justru cenderung akan membebani warga sebagai wirausaha baru. Sebab, seperti yang kita tahu bersama kegiatan usaha tidak selamanya mendapat untung," katanya. 

Yang kelima, soal KJP Plus. Seharusnya merupakan program penyempurnaan dari KJP, namun demikian program KJP Plus justru membuat program KJP itu kehilangan arah dan tidak tepat sasaran. 

"Belum lagi banyak pengaduan tentang rekening diblokir tanpa sebab, maupun fasilitas makanan tambahan seperti telor dan daging dengan kualitas sangat buruk," kata dia. 

Keenam, janji Anies-Sandi saat kampanye tentang bahwa di Jakarta tak akan ada lagi penggusuran, ternyata hanya isapan jempol. Belum genap seratus hari tepatnya pada Desember 2017, Gubernur Anies Baswedan melakukan penggusuran Warga Bantaran Kali di Jati Padang, Jakarta Selatan, dengan dalih untuk mengatasi banjir yang selama ini melanda daerah tersebut. 

Ketujuh, kritik soal menangani banjir di wilayah DKI Jakarta Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) pada 2018, tidak dialokasikan dalam APBN untuk melanjutkan program normalisasi kali, karena tidak ada kepastian dalam pembebasan lahan oleh Pemprov DKI Jakarta.

Kedelapan, soal masalah kepegawaian yang dilakukan oleh Anies-Sandi. Meski hal itu menjadi kewenangan keduanya, Fraksi PDI Perjuangan mempertanyakan objektivitas dan kredibilitas pelaksanaan rotasi dan rombak jabatan oleh Anies. "Sebab, ada puluhan pejabat yang diganti dengan alasan pensiun, namun nyatanya yang bersangkutan belum memasuki masa pensiun," kata Dwi. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya