Terungkap, Ini yang Buat Kasus Nur Mahmudi Mandek

Mantan Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail (tengah) di Polresta Depok
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

VIVA – Berkas perkara kasus dugaan korupsi yang menyeret mantan Wali Kota Depok, Nur Mahmudi Ismail dan mantan Sekda Depok, Harry Prihanto untuk kesekian kalinya dimentahkan jaksa. Padahal, keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polresta Depok sejak 20 Agustus 2018.

2 Tahun Kasus Nur Mahmudi Jalan di Tempat Walau Sudah Tersangka

Dari hasil penelusuran VIVA terungkap bahwa alasan berkas perkara keduanya belum sampai pada ranah pengadilan atau belum P 21 dikarenakan beberapa faktor. Salah satunya ialah, jaksa peneliti menganggap poin pidana yang menyeret keduanya belum memenuhi unsur pidana dalam hal ini korupsi.

"Dari kejaksaan sudah memberikan petunjuk, petunjuknya ya itu, sebatas unsur yang disangkakan. Tapi unsur-unsur (korupsi) yang disangkakan kami anggap belum terpenuhi," kata Kepala Kejaksaan Negeri Depok, Sufari saat dikonfirmasi Jumat, 22 Maret 2019.

Ombudsman Soroti Kasus Dugaan Korupsi Mantan Wali Kota Depok

Adapun unsur yang dianggap belum dipenuhi oleh penyidik Unit Tindak Pidana Korupsi Polresta Depok, ialah fakta perbuatan kedua tersangka. Menurut Sufari, berkas yang selama ini diberikan penyidik tidak menggambarkan secara jelas terkait dengan pasal yang disangkakan pada kedua tersangka.

"Pasal yang disangkakannya itu kan melawan hukum, kemudian merugikan keuangan negara, menyalahgunakan kewenangan, jadi itu yang belum terpenuhi," tuturnya.

Rapat Paripurna DPRD Depok Diwarnai Kericuhan

Meski demikian, Sufari mengaku pihaknya akan tetap menunggu hingga penyidik melengkapi unsur yang kurang tersebut tanpa memberikan batas waktu. Sufari mencatat, pihaknya sudah empat kali mengembalikan berkas perkara yang dilimpahkan penyidik karena dianggap belum memenuhi unsur pidana.

"Tidak ada di KUHAP (Kita Undang Undang Hukum Acara Pidana) diatur berapa kali (berkas dikembalikan), saya menunggu sampai petunjuk kami dipenuhi. Jadi tidak ada bahasa berkas itu di bolak-balik," ungkapnya.

Ia juga mengakui pihaknya sudah pernah melakukan gelar perkara bersama antara Polri dan bahkan melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK. Kala itu, gelar perkara dilakukan di gedung Kejaksaan Tinggi (Kejati).

"Upaya itu sudah dilakukan. Kami bersama dengan penyidik sudah meminta ekspose antara penyidik, jaksa peneliti dan KPK. Itu sudah kami lakukan. Kami transparan kok, jadi tidak ada yang ditutup-tutupi," katanya.

Nur Mahmudi dan Harry Prihanto ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik atas kasus dugaan korupsi terkait dengan pelebaran Jalan Nangka, Kecamatan Tapos pada tahun anggaran 2015.

Adapun kerugian negara disebut-sebut mencapai Rp10,7 miliar. Dana itu disinyalir berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau APBD. Tak hanya itu, keduanya diduga menerima aliran dana tanpa persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau DPRD.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya