Pandangan Masyarakat Usai Jajal MRT Jakarta

Warga menunggu keberangkatan kereta MRT di Stasiun MRT Bundaran HI, Jakarta, Min
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

VIVA - Operasi komersil Moda Raya Terpadu atau MRT Jakarta akan dimulai 1 April 2019 mendatang. Namun, masyarakat sudah bisa menggunakannya sampai 31 Maret 2019.

Wali Kota Berharap Proyek MRT 'Beneran' Sampai Tangsel: Itu Kita yang Usul

Tak sedikit masyarakat yang sudah mencoba. Salah satunya adalah warga Jakarta bernama Ikhsan Prayogi (23).

Dia mengaku sudah mencicipi moda transportasi terbaru di Ibu Kota. Dia mencobanya dari Stasiun Bendungan Hilir ke Stasiun Lebak Bulus, kemudian dari Stasiun Lebak Bulus menuju Stasiun Blok M.

Dirut MRT Jakarta Beberkan Alasan Revitalisasi Kawasan Blok M

Pria yang akrab disapa Yogi itu menyebut saat mencoba MRT Jakarta, dia coba mencari apa yang kurang dalam moda transportasi baru itu. Hasilnya, Yogi mendapatkan beberapa hal yang menurutnya masih perlu dibenahi lagi ke depannya.

"Ada beberapa perbedaan dengan MRT di Singapura ya. Kita ambil contoh di sana karena yang paling dekat saja," ujar dia saat dikonfirmasi VIVA, Senin 25 Maret 2019.

Diskon! Naik MRT Jakarta Cuma Rp 243 pada 23-24 Maret 2024

Menurut Yogi, tak bisa dipungkiri tentu MRT Jakarta masih kalah dengan negara tetangga yang diambilnya jadi contoh. Yogi menilai ada beberapa hal yang menurutnya perlu ditambah di MRT Jakarta guna membantu masyarakat juga.

Semisal, yang pertama dia bingung kenapa hanya di stasiun yang berada di atas saja yang terdapat bangku untuk penumpang menunggu. Sementara di stasiun yang di bawah tanah tidak ada hal tersebut.

Kemudian, yang kedua dia menyayangkan papan informasi kedatangan MRT yang jaraknya jauh sekali hanya di ujung-ujung peron. Ketiga, informasi kepadatan penumpang dalam MRT juga tidak ada.

"Ini beberapa perbedaan yang saya temui di mana ini semua tidak terjadi di MRT Siangapura. Di sini juga ada tempat sampah di tiap stasiun yang seolah menunjukkan masih bisa minum dan makan di stasiun. Kalau di sana, kita tidak bisa makan dan minum, harus ditahan," katanya.

Untuk perbedaan dalam MRT Jakarta yang ia temukan sejauh ini misalnya, informasi soal MRT akan berhenti di mana hanya ada di depan pintu masuk MRT Jakarta. Sedangkan informasi ini di MRT Singapura ada di pintu masuk, juga di bagian tengah.

Lalu, saat ia mencoba kemarin ia belum menemukan adanya stiker khusus lansia di beberapa kursi. Tapi, tampaknya tak lama lagi stiker itu pasti akan terpasang.

Yogi sempat menelusri gerbong demi gerbong, dimana hal yang berbeda menurutnya adalah di MRT Jakarta tidak terdapat gerbong yang benar-benar tidak ada kursinya atau khusus berdiri saja. Sedangkan untuk laju MRT, dia merasa kecepatannya hampir sama.

Hanya, menurutnya MRT Jakarta jauh lebih halus dalam hal berhenti. Hal itu dinilai karena MRT Jakarta mengambil jarak rem lebih cepat sebelum sampai ke stasiun tempat tujuan.

Meski begitu, Yogi merasa senang akhirnya Jakarta memiliki MRT. Ia berharap moda transportasi baru ini bisa mengurangi kemacetan yang luar biasa menguras emosi.

Ia yakin ke depan MRT Jakarta akan lebih baik lagi dan bisa sebaik di negara luar. Dia tak memungkiri akan menjadikan MRT jadi sarana transportasinya dalam bekerja.

"Di balik masih adanya kekurangan yang saya sebutkan, saya tetap senang Jakarta punya MRT. Tarif Rp8.500 per 10 km menurut saya sudah tepat ya," katanya lagi.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya