Asa Petani Jakarta di Tengah Kepungan Hutan Beton

Lahan persawahan di Ujung Menteng, Cakung, Jakarta Timur
Sumber :
  • VIVA/Vicky Fazri

VIVA – Lumbung padi di Ibu Kota memang nyaris tak terlihat lagi. Di mata beberapa warga DKI Jakarta, ladang sawah sepertinya sudah tak 'seksi' lagi di tengah pembangunan kota yang kian masif.

Jokowi Lihat Langsung Panen Raya di Sigi: Bagus Hasilnya Capai 6 Ton per Hektare

Di balik sesaknya pembangunan Ibu Kota yang dipenuhi 'hutan beton', siapa sangka masih ada ladang-ladang hijau persawahan yang tersisa. Meski terseok-seok, sawah-sawah itu tetap digarap petani untuk tetap bertahan hidup.

Seperti lahan kosong di Jakarta Barat yang dimanfaatkan warga untuk bercocok tanam, menjadi sawah dan mampu produksi puluhan ton beras dalam kurun waktu satu tahun. 

Program Petani Milenial Kaltim Diluncurkan untuk Ketahanan Pangan IKN

Salah satu petak sawah yang terdapat di kawasan Meruya Kembangan Jakarta Barat seluas tiga hektar di manfaatkan warga Indramayu yang mengadu nasib di Jakarta.

Pengendali Organisme Pengganggu Tanaman, UPT KPKP Jakarta Barat, Muhammad Gerhan mengatakan, tanah sawah seluas 3 hektar ini sudah dimanfaatkan sebuah keluarga dari Indramayu, untuk lahan persawahan padi sejak tahun 1996.

Orang Kaya Madura Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran: Kami Titipkan Nasib Petani Tembakau

Gerhan menjelaskan dari lahan yang tidak cukup luas tersebut, mampu produksi beras hingga 24 ton pertahun.

"Rata rata per tahun kami mampu produksi 24 ton pertahun, tergantung dari situasi cuaca” ujar Gerhan ditemui di ladang sawah kawasan Meruya Jakarta Barat, Rabu 13 Oktober 2021.

Gerhan jelaskan dari 3 Hektar tersebut, yang terpakai saat ini hanya dua hektar, satu hektarnya belum digarap lantaran kurangnya ketersediaan alat giling padi dan personil petani.

"Kita kurang alat penggilingan, ada alat satu, itu juga menyewa dari komunitas petani lain," ujar Gerhan.

Gerhan jelaskan dua hektar sawah yang ada di Joglo Meruya selatan tersebut, produksi dua jenis beras, yakni jenis varietas ciherang dan inpari -30. "Ada dua jenis padi yang di produksi disini” ujarnya.

Sementara untuk hasil panen padi di lahan sawah Joglo Meruya Selatan ini, Kata Gerhan, dijual ke penampung swasta diluar Bulog, dengan harga jual yang cukup murah sekitar Rp 350 Ribu perkarung 50 Kg.

Beras kemudian diketahui di distribusikan ke wilayah luar Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Hingga jawa timur.

"Pengepulnya itu dari pengepul pengepul kecil, kita jual ke mereka itu per karung ukuran 50 KG, dengan harga Rp350 ribu, keterangan dari mereka (pengepul) hasil panen dari sini (Meruya) dibawa ke wilayah lain luar Jakarta," ujarnya.

Lahan pertanian Ujung Menteng Cakung, Jakarta Timur

Photo :
  • VIVA/Vicky Fazri

Gerhan mengatakan produksi padi dari lahan pertanian pinggiran Jakarta wilayah Meruya ini cukup lambat, faktor cuaca, kurangnya tenaga dan alat menjadi penghambat yang sering kali di temui dalam operasional pertanian dalam tiap tahunnya.

"Kendala cuaca, kalau musim hujan kan agak susah, karena sering banjir, orang yang mengurus pertaniannya juga kurang ditambah, kita sama sekali tidak ada alat penggiling padi, itu yang sangat penting," ujarnya.

Gerhan mewakili Komunitas petani Meruya Jakarta Barat ini sangat mengharapkan adanya bantuan dari pemerintah setempat. 

Melihat potensi sawah yang terbilang cukup baik mampu produksi beras hingga 24 ton pertahun, perhatian pemerintah untuk hadirkan alat bagi petani di Meruya dinilai sangat berarti untuk produksi padi di halan kecil itu lebih maksimal

"Yang kita harapkan perlunya perhatian pemerintah untuk bisa membantu kami dalam ketersediaan alat agar bisa dengan cepat kami produksi beras pertahunnya, kalau kita punya alat giling 2 hingga tiga unit, kita pastikan produski  beras di sawah tiga hektar ini lebih banyak dari sebelumnya dan hasilnya juga maksimal," ujarnya.

Lahan Tersisa

Hamparan lahan persawahan di Ibu Kota juga masih bisa disaksikan di Cilincing, Jakarta Utara dan Ujung Menteng, Cakung, Jakarta Timur. Lahan sawah di Ujung Menteng disebut lahan 'sawah abadi' karena aset lahannya milik Pemprov DKI Jakarta.

Menurut Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Perikanan DKI, masih ada sekitar  414 hektare  sawah di Ibu Kota. 45 hektare berada di Kecamatan Kalideres dan Kembangan, Jakarta Barat, 341 hektare berada di Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, 28 hektare di Ujung Menteng Kecamatan Cakung, Jakarta Timur.

Sebagian besar lahan tersebut dikelola warga yang tergabung dalam 15 kelompok tani.

Kepala Dinas KPKP DKI Jakarta Suharini Eliawati mengatakan Jakarta kini semakin maju dan bisa disejajarkan dengan kota besar lainnya di dunia. Kemajuan kota Jakarta secara tidak langsung  mendorong peningkatan kebutuhan pangan, sementara ketergantungan Jakarta terhadap pasokan pangan dari daerah lain sangat tinggi.

Disisi lain lahan produksi pangan semakin turun, sehingga perlu dilakukan upaya pemenuhan kebutuhan pangan dengan mengoptimalkan lahan yang ada.

Berdasarkan SK Kementrian ATR/BPN tahun 2019, luas lahan baku sawah  di Jakarta mencapai 414 Ha. Lahan tersebut tersebar di Jakarta Utara, Jakarta Barat dan Jakarta Timur. 

Selain memanfaatkan lahan sawah,  produksi pangan di Jakarta juga dilakukan di lahan-lahan lain seperti pekarangan, lahan tidur, fasos dan fasum, gang hijau, rooftop, rusun dan lain-lain.  Potensi lahan tersebut bisa mencapai 200 ha.

"Upaya lain yang dilakukan Jakarta untuk memenuhi kebutuhan pangan adalah dengan melakukan produksi di lokasi potensi lainnya seperti di perkantoran, sarana ibadah, sekolah dan lainnya. Total lokasi urban farming saat ini mencapai 648 lokasi," kata Kepala Dinas KPKP DKI Jakarta Suharini Eliawati kepada VIVA.

Panen Umbi-umbian

Petani di Ujung Menteng Cakung panen bawang merah

Photo :
  • VIVA/Vicky Fazri

 

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jakarta bekerjasama dengan Pusat Pengembangan (Pusbang)  Benih dan Proteksi Tanaman DKI Jakarta melakukan pengamatan kematangan Produksi Benih Umbi bawang merah yang berada di Kebun Ujung Menteng yang berada di Jalan Tambun Rengas 02/08, Ujung Menteng, Cakung, 13 Oktober 2021.

Sedikitnya 16 kantong yang diambil untuk dijadikan sample dari luas lahan garapan pertanian yang mencapai 1700 m persegi bersihnya pada hari ini.Adapun Benih Umbi bawang merah yang diambil sample pada hari ini terdiri dari 3 varietas yakni Keramat 1,Sembrani dan Panca Sona.

Berdasarkan informasi dari peneliti BPTP Jakarta, untuk Varietas Kramat 1, Sembrani dan Pancasona sudah memasuki usia 64 hari yang dimana  sudah masuk waktu panen. Hal tersebut berlaku untuk umbi konsumsi. 

Sedangkan umbi di BBI Ujung Menteng tengah disiapkan untuk benih sehingga masih perlu "dimatangkan" terlebih dahulu di lahan sekitar 7 hari lagi atau usia tanaman mencapai 70 hari. 

Umbi panen untuk varietas Kramat 1 terlihat paling baik dengan bobot per rumpun 140,84 g dari 13 umbi. Diikuti dengan varietas Sembrani dengan bobot per rumpun 138,41 g dengan 11 umbi dan varietas Pancasona memiliki bobot per rumpun 78,76 g dari 12 umbi.

Jurnalis VIVA berkesempatan berkunjung di lahan persawahan tersebut dan berbincang kepada salah satu petani yang berada di lokasi.Petani tersebut menceritakan bagaimana perasaan suka dukanya menjadi petani.

"Senangnya ketika masuk musim panen, apalagi kalau hasil pertaniannya bagus," ucap petani tersebut saat berbincang kepada VIVA.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya