Gerindra Minta Pemda DKI Kaji Ulang Raperda Jaringan Utilitas

Suasana di depan Gedung DPRD DKI Jakarta.
Sumber :
  • Fajar GM - VIVA.co.id

VIVA – Fraksi Gerindra DPRD DKI Jakarta menyoroti sejumlah persoalan krusial pada Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Jaringan Utilitas. Salah satunya, mengenai masalah penghitungan besaran tarif sewa sarana utilitas yang penempatannya dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) namun dalam menentukan besaran tarif, badan usaha dapat memperhitungkan dan mengusulkan besaran tarif tersebut. Fraksi Partai Gerindra menyebut dalam penentuan besaran tarif sewa sudah semestinya dibahas bersama stakeholders agar tidak membebankan masyarakat pengguna hingga pelaku bisnis.

Anggota DPR Puji Pemerintah Antisipasi Macet Parah Sepanjang Arus Mudik 2024

Pertanyaan tersebut juga mengemuka dalam Rapat Paripurna tentang Pemandangan Umum Fraksi-fraksi DPRD DKI Jakarta terhadap Rancangan Peraturan Daerah tentang perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2021 dan Raperda tentang Jaringan Utilitas.

"Apalagi jika besaran tarif sewa (Sarana Jasa Utilitas Terpadu) mahal tentu akan berdampak kepada nilai jual kepada masyarakat. Tentu ini akan menjadi beban tersendiri dan lagi-lagi masyarakat yang akan dirugikan,” kata anggota Fraksi Partai Gerindra DPRD DKI Syarifudin dalam keterangan tertulisnya diterima awak media, Jumat, 22 Oktober 2021.

Pemprov DKI Tiadakan CFD Besok karena Masih Cuti Lebaran

Dia menjelaskan, pelaksanaan keterpaduan perencanaan jaringan Utilitas juga masih belum terlaksana dengan baik karena Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta belum mengoptimalkan berbagai data yang menunjukan arah pengembangan kebutuhan jaringan utilitas.

Padahal, kata dia, jaringan utilitas ini sangat vital dan dibutuhkan sebagai sistem informasi komunikasi untuk kegiatan ekonomi, bisnis, dan sosial budaya di Jakarta yang merupakan pusat perekonomian.

Prabowo Silaturahmi ke SBY di Cikeas, Demokrat: Pertemuan Konstruktif 2 Negarawan

"Masalah besaran tarif harus ada rasionalisasinya apalagi era sekarang pemanfaatan digital untuk mendukung atau memenuhi kebutuhan dan kepentingan warga yang cukup luas sudah sepatutnya akses masyarakat terhadap jaringan dipermudah sehingga tidak terbebani dengan biaya mahal," ujarnya.

Apalagi, terdapat keharusan untuk dibahas bersama mengenai besaran biaya yang wajar untuk pemanfaatan kebutuhan tersebut sebagaimana diatur dalam peraturan turuan UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja yaitu dalam PP Nomor 46 Tahun 2021 tentang Tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran, terutama pada Pasal 21 ayat (1): 

Dalam Dalam Penyelenggaraan Telekomunikasi, Pemerintah Pusatdan Pemerintah Daerah dapat berperan serta menyediakan fasilitasuntuk digunakan oleh penyelenggara Telekomunikasi secara bersama dengan biaya wajar berupa: (a) tanah; (b) bangunan; dan/atau (c) infrastruktur pasif Telekomunikasi.

Selain itu, Raperda Jaringan Utilitas perlu sama-sama dipastikan agar sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Dalam perubahan UU nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi yang terdapat dalam UU Cipta Kerjadiatur bahwa peranan Pemerintah Daerah(Pemda) adalah memberikan kemudahan bagi penyelenggara telekomunikasi untuk melakukan pembangunan infrastruktur telekomuni secara transparan, akuntabel, dan efisien.

Dalam memberikan kemudahan ini pun Pemda wajib untuk berkoordinasi dengan Menkominfo. Dalam PM Kominfo Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi Pasal 26 juga diatur bahwa pemanfaatan SJUT ini sifatnya dapat bukan wajib. 
Oleh karena itu, diperlukan kreatifitas dan inovasi dari Pemda dan Jakpro agar SJUT memiliki daya tarik bagi penyelenggara telekomunikasi seperti harga yang bersaing dan kualitas yang lebih baik.

Dengan kondisi seperti itu, pastinya penyelenggaratelekomunikasi mau memindahkan jaringannya. Perda Jaringan Utilitas juga perlu dipastikan sejalan denganPP nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi. 

Hal ini terkait dengan ganti rugi pemindahan jaringan utilitas. Dalam PP nomor 52 Tahun 2000 Pasal 70 Ayat 1 diatur bahwa penyelenggara jaringan telekomunikasi berhak atas ganti rugi sebagai akibat pemindahan atau perubahan jaringan telekomunikasi karena adanya kegiatan atau atas permintaan instansi/ departemen/lembaga atau pihak lain.

Sinkronisasi ini diperlukan agar terdapat kepastian dan kemudahan berusaha bagi pelaku usaha dan masyarakat termasuk penyelenggara telekomunikasi. 

Hal ini tentunya sejalan dengan semangat Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta yang ingin menjadikan Jakarta sebagai kota kolaborasi. Pemda, DPRD, pelaku usaha, dan masyarakat perlu bekerja sama, agar dapat maju, dan berkembang. 

Dengan demikian,kata Syarifudin, Fraksi Gerindra menilai Raperda yang disampaikan oleh Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta perlu dikaji ulang dan dibahas kembali agar sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang ada di atasnya, sebelum nantinya ditetapkan.

“Selanjutnya, perlu juga dipastikan agar penetapan tarif pada SJUT melibatkanstakeholders atau pemangku kepentingan yang terkait dan wajib dikoordinasikan dengan Menkominfo,” imbuhnya.

Baca juga: LBH Kritik 4 Tahun Kepemimpinan Anies, Pemprov DKI: Kami Terbuka.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya