- ANTARA/ Ujang Zaelani
VIVAnews - Berbagai cara dilakukan Pemprov DKI Jakarta untuk mengantisipasi menurunnya permukaan tanah di Jakarta. Selain pengendalian berupa pengurangan penggunaan air tanah, rencananya akan dilakukan pembatasan pembangunan ruang bawah tanah (basement) di gedung bertingkat.
"Biasanya pembangunan ruang bawah tanah (basement) dilakukan setelah mengambil habis ABT (air bawah tanah), agar kebutuhan ruang dan lahan di bawah tanah yang diperlukan bisa digunakan," kata Asisten Bidang Pembangunan dan Lingkungan Hidup Pemprov DKI, Tauchid Tjakra Amidjaja, di Jakarta, Minggu 3 Oktober 2010.
Untuk itu, menurut dia, Pemprov DKI berencana untuk membatasi pembangunan basement, khususnya di wilayah rawan ambles atau permukaan tanahnya terus mengalami penurunan dalam beberapa tahun ini, seperti di Jakarta Utara.
Ia menjelaskan, dalam teknik konstruksi pembuatan basement, ABT yang diambil dengan jumlah banyak, biasanya juga tidak untuk digunakan sebagai konsumsi air bersih, tapi dibuang begitu saja. "Sebaiknya pembangunan basement memang dihentikan dari sekarang," katanya.
Namun, untuk merealisasikan hal tersebut, dia melanjutkan, perlu ada kesepakatan antara instansi terkait yang ada di DKI Jakarta. Instansi tersebut seperti Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Tata Ruang, Asisten Pembangunan dan Lingkungan Sekda DKI.
Sebelumnya, Kepala Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Pemprov DKI, Peni Susanti, mengatakan salah satu penyebab penurunan tanah di Jakarta akibat pengambilan air tanah secara berlebihan yang kontribusinya saat ini mencapai 17,5 persen.
"Pengambilan air tanah tersebut terjadi karena ketersediaan air baku belum maksimal," katanya saat dihubungi VIVAnews.
Saat ini, dia menjelaskan, perlu dilakukan langkah secara maksimal untuk mencegah terjadinya penurunan permukaan tanah. Salah satunya pengendalian berupa pengurangan penggunaan air tanah.
"Dapat dilakukan dengan pemberlakuan tarif air tanah yang cukup besar terhadap pelaku usaha," kata dia.