KRL Ekspres Hilang, Komuter Ancam Bikin Macet

KRL Jabotabek
Sumber :
  • VIVANews/ Anhari Lubis

VIVAnews - Penumpang kereta rangkaian listrik Jabodetabek menentang rencana PT Kereta Api Indonesia (KAI) untuk memberlakukan aturan single operation pada awal Juli mendatang. Mekanisme itu mengharuskan seluruh rangkaian kereta berhenti di setiap stasiun, termasuk kereta ekspres.

Jadwal Final Indonesia Vs China di Piala Thomas dan Uber 2024

Komunitas penumpang kereta yang tergabung dalam KRL Mania.com menuliskan pernyataan sikap mereka dalam website itu. KRL Mania mempertanyakan alasan di balik pemberlakukan pola operasi itu. Menurut mereka, itu merupakan bukti nyata ketidakberpihakan pemerintah terhadap kelangsungan transportasi massal.

Target pemerintah agar KRL Jabodetabek berdaya angkut hingga 1,2 juta penumpang tiap hari sampai 2014, menjadi dasar kebijakan single operation. Bagi mereka, target itu akan menjadi pepesan kosong jika tidak diimbangi dengan bukti nyata keberpihakan pemerintah terhadap kelangsungan transportasi massal.

"Kami mempertanyakan tidak jelasnya subsidi bagi penumpang angkutan umum massal, terutama KRL Jabodetabek," tulis KRL Mania.com sebagaimana dikutip, Selasa 7 Juni 2011.

Dengan berlakunya pola single operation ini, maka hanya ada dua kereta yang dijalankan yaitu kereta ekonomi yang mendapat subsidi dari pemerintah dan kereta Commuter Line yang nonsubsidi.

Seperti diketahui, saat ini PT KAI menjalankan tiga jenis kereta, yaitu ekonomi, ekonomi AC, dan ekspres. Dua layanan terakhir akan dihapus dan digantikan Comutter Line. Untuk kereta ekonomi, pengelolaan dan pengoperasiannya akan dilakukan PT KAI, sedangkan untuk kereta Commuter Line, dilaksanakan oleh anak PT KAI Commuter Jabotabek (KCJ), anak perusahaan PT KAI.

Harga karcis kereta ekonomi tidak mengalami kenaikan yaitu dengan tarif Rp1000 hingga Rp2000. Sedangkan kereta Commuter Line untuk tujuan Bogor-Jakarta (Rp9000), rute Bekasi-Jakarta Kota (Rp8000), dan tujuan Manggarai-Serpong (Rp8000).

Moderator KRL Mania.com Nur Cahyo mengatakan, selain tidak adanya angkutan cepat yang nyaman bila KRL ekspres dihilangkan, penumpang juga menpertanyakan soal kenaikan tarif. Kenaikan tarif, kata Nur Cahyo sangat tidak adil dan wajar.

Menurut Nur Cahyo, seharusnya kenaikan dilihat berdasarkan tingkat dan kualitas pelayanan yang dirasakan penumpang. "Sebagai contoh, KRL Commuter Line untuk jalur selatan (Bogor-Jakarta) yang berhenti di setiap stasiun nantinya bertiket Rp. 9.000. Nilai itu seharga tiket KRL Ekspress Depok-Jakarta, namun dengan tingkat dan kualitas layanan yang dipastikan akan jauh menurun yaitu dalam hal waktu tempuh dan kepadatan penumpang," kata Nur Cahyo saat dihubungi.

KRL Mania khawatir, jika nantinya KRL ekpres sudah tidak ada, maka akan menambah kemacetan, terutama di ibukota. Sebab para komuter (warga pinggiran yang bekerja di pusat kota), akan memilih berangkat kerja dengan membawa kendaraan sendiri. "Pasti seperti itu," tambahnya. 

Sementara, penundaan pelaksanaan pola operasi yang sedianya April lalu karena alasan memberikan waktu yang cukup buat PT KAI maupun KCJ untuk sosialisasi kepada penumpang, menurut Nur Cahyo, hingga kini  penumpang belum merasakannya.

"Untuk itu kami menuntut diadakannya proses sosialisasi kepada seluruh pengguna jasa KRL di semua stasiun Jabodetabek (bukan hanya pengumuman di kantor atau website PT. KAI/KCJ) mengenai rencana perubahan pola perjalanan KRL Jabodetabek," jelasnya. (eh)

Anies soal Tawaran Bikin Partai Perubahan: Itu Kreativitas Orang di Medsos
Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin (tengah).

Kemenkes Luncurkan SISP Healthcare, Misinya Ingin Hilangkan Penyakit Kanker

Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, mengatakan, Kemenkes memiliki misi besar untuk meningkatkan pelayanan kesehatan secara pesat. Karena itu, penting bekerja sama.

img_title
VIVA.co.id
5 Mei 2024