Perda RTRW

Reklamasi untuk Pengembangan Jakarta Utara?

Pantai Ancol Sepi Pengunjung
Sumber :
  • VIVAnews/Fernando Randy

VIVAnews - Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2010-2030, juga disusun rencana pengembangan kawasan Jakarta Utara. Dari mulai pemanfaatan pantai untuk kepentingan umum, dan memelihara kelestarian bangunan dan lingkungan sejarah, sampai kepentingan penyelenggaraan kegiatan keamanan negara.

Dalam peraturan tersebut, pengembangan kawasan Pantai Utara Jakarta dilakukan untuk menjamin perlindungan ekosistem, pelestarian hutan lindung, hutan bakau, dan biota lautnya.

Pengembangan kawasan ini harus memperhatikan aspek peningkatan fungsi Pelabuhan Tanjung Priok, pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), dan pengembangan areal Pelabuhan Sunda Kelapa dan sekitarnya untuk pusat wisata, pusat perdagangan, jasa, dan pelayaran rakyat secara terbatas. Hal ini dilakukan secara serasi dengan penataan dan pengelolaan Kepulauan Seribu. 

Tapi, belakangan rencana pengembangan wilayah ini dikritisi. Sekitar 10 LSM antara lain WALHI Eknas, LBH Jakarta, Institut Hijau Indonesia, KIARA, Koalisi Warga 2030, dan Forum Komunikasi Rakyat jalan Antasari, meminta pemerintah membatalkan pengesahan Perda RTRW 2030.

Perda ini dianggap hanya akan menghancurkan Jakarta dan tidak membuat Jakarta bebas bencana. Seperti penanganan terhadap ancaman bencana banjir dan kebakaran. Padahal, tingkat bencana di Jakarta saat ini dan hingga 2030 akan semakin tinggi.

Pengembangan wilayah Jakarta Utara memang tidak lepas dari upaya untuk melakukan reklamasi di Pantai Utara. Tuduhan mengenai hal ini karena analisis dampak lingkungan (Amdal) tentang reklamasi sudah dicabut.

Tapi, Kepala Dinas Tata Ruang dan Wilayah DKI Jakarta, Wiryatmoko, memastikan reklamasi Pantai Utara memiliki payung hukum yang lebih tinggi dari Perda, yaitu Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekjur.

Koordinasi dengan wilayah lain, seperti Banten dan Jawa Barat, sudah dilakukan. Pengembangan kawasan ini akan diawali dengan perencanaan reklamasi yang disusun secara cermat dan terpadu mencakup rencana teknik reklamasi, pemanfaatan ruang hasil reklamasi, rancang bangun, analisis dampak lingkungan, rencana kelola lingkungan, hingga rencana pembiayaan.

Sementara itu, peneliti geodesi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Heri Andreas menyampaikan, dalam masalah reklamasi, yang lebih penting diselesaikan adalah masalah ekonomi sosial masyarakat pesisir. Pemerintah maupun pihak terkait harus berpihak pada persoalan ini, jangan sampai masyarakat dirugikan.

"Pengembangan wilayah tidak ada salahnya diimplementasikan. Pihak terkait harus melaksanakan fungsinya dengan benar. Bila masalah sosial ekonomi diselesaikan pasti tidak ada masalah," katanya kepada VIVAnews.com.

Heri menambahkan, reklamasi dan pengembangan kawasan Pantai Utara Jakarta secara teknis memang terintegrasi dengan tanggul raksasa. Meski hal itu masih dalam rencana jangka panjang, dan baru masuk dalam tahap konseptual dan alternatif solusi.

4 Sosok Jenderal Bintang 4 Kelahiran Tanah Sunda, Pernah Jadi KSAD dan Panglima TNI

Sementara itu, detail desain masih dibicarakan dan dibutuhkan waktu sekitar lima tahun, dan masa perpanjang dua tahun, sebelum diatur mengenai Amdal secara mendalam.

"Kami baru sadar ada ancaman Jakarta tenggelam. Dari hasil penelitian dan data, pada 2050 ada 30 persen wilayah Jakarta akan terkena dampak dari banjir rob. Bila implementasi dapat selesai pada 2025, itu sudah paling cepat," katanya. (art)

Budi Arie Setiadi, Ketua Umum Projo, Menteri Komunikasi dan Informatika

Menkominfo Budi Arie Bersiap Ngantor di IKN Juli 2024

 Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengaku akan pindah ke Ibu Kota Nusantara (IKN).

img_title
VIVA.co.id
24 April 2024