VIVAnews - Kekerasan atas nama senioritas yang terjadi di SMA 70, Bulungan, Jakarta Selatan, membuat orang tua resah. Sejumlah orang tua murid mengadukan praktik kekerasan di sekolah berstandar internasional ini ke Komisi Nasional Perlindungan Anak.
Wakil orang tua murid, Ikhwan Ramli, mengatakan sebagai orang tua mereka khawatir anak-anaknya menjadi korban kekerasan kakak kelas.
"Aksi bullying di SMA 70 sudah sangat mengkhawatirkan dan terjadi secara sistemik dari tahun ke tahun," ujar Ikhwan di kantor Komnas Perlindungan Anak, Jakarta, Kamis, 27 Oktober 2011.
Ia mengatakan aksi kekerasan yang terjadi terhadap sesama siswa SMA 70 ini bukan hanya terjadi di luar sekolah, tapi juga di lingkungan sekolah. "Terjadi di toilet sekolah, kantin, dan pada saat pelantikan kegiatan-kegiatan ekstra kulikuler," tambahnya.
Padahal, menurutnya, kekerasan dalam sekolah jelas dilarang dan sanksinya diatur dalam Undang-undang Perlindungan Anak.
Ikhwan mengaku dirinya banyak mendapat pengaduan dari orang tua murid soal anak-anak mereka yang mengalami kekerasan fisik. Namun sayangnya kebanyakan mereka tidak berani tampil karena takut anaknya semakin terancam.
"Mereka tidak berani mengadukan langsung karena takut anaknya menjadi bulan-bulanan senior," dia menerangkan.
Bahkan, dia melanjutkan, beberapa orang tua terpaksa memindahkan anakke sekolah lain. Ikhwan menambahkan, dia sendiri diberhentikan sebagai Komite Sekolah karena sebab yang tidak jelas.
Selain kekerasan yang dilakukan siswa senior terhadap para siswa yunior, para orang tua juga dipusingkan dengan tawuran rutin siswa SMA 70. "Menurut data yang saya punya, dalam tiga bulan tawuran bisa terjadi sampai 20 kali," ungkapnya.
Menanggapi pengaduan ini, Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait berjanji menindaklanjutinya. Dia mengatakan bila data-datanya sudah terkumpul maka Komnas akan melaporkan kasus kekerasan ini kepada polisi.
"Kami meminta Polda menghentikan tawuran dan aksi kekerasan itu. Minggu ini kami akan minta bertemu dengan Mendiknas agar melakukan tindakan, minimal mengeluarkan surat edaran mengenai pasal 54 Undang-undang Perlindungan Anak," ujarnya. (kd)