"Debt Collector Citibank Menagih Kasar"

Keluarga almarhum Irzen Octa
Sumber :
  • ANTARA/ Andika Wahyu

VIVAnews - Essi Ronaldi, istri Irzen Octa mengatakan, suaminya mendapatkan perlakuan kasar dari para debt collector saat mereka datang ke rumahnya di kawasan Puri Indah, Jakarta Barat.

Harmoni Energi Sehat Menyuarakan Pesan Kesetaraan dalam Pelayanan Kesehatan

Menurut Essi, jumlah mereka ada lima hingga enam orang mereka menggunakan motor.

"Suara motornya berisik sekali," kata Essi saat menjadi saksi dalam persidangan dengan terdakwa pembunuh Irzen Octa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis 24 November 2011.

Saat itu, kata Essi, mereka datang tiga kali ke rumahnya. Pertama pada bulan Oktober 2010. Pada kunjungan pertama ini, mereka memaksa untuk menginap. Saat itu Essi tak mengetahui percakapan antara suaminya dengan para debt collector.

"Tapi saya dengar mereka bilang, 'bayar-bayar'. Suami saya bilang 'bayar pake apa'," kata dia.

Kata Essi, saat itu badan suaminya sedang panas karena belum makan, kemudian Essi menyuruh suaminya masuk ke dalam rumah. Namun, para debt collector itu memaksa untuk menginap.

"Mereka membunyikan kunci pagar, meminta menginap, dan mereka menginap di teras rumah," kata Essi.

Saat menginap, mereka bicara dengan kata-kata kasar. "Suami saya menerima baik-baik, malah mereka berkata kasar. Kadang-kadang menghina. Pokoknya berisik, kasar, ganggu saya dan tetangga," kata dia.

Mereka datang tak hanya sekali, namun pada awal bulan Maret 2011 dan 28 Maret 2011, yaitu sehari sebelum Irzen ditemukan tewas di kantor Citibank.

Pada kunjungan debt collector di awal Maret, Irzen sempat menawarkan solusi untuk membayar utangnya ke Citibank dengan menjadi kurir sukarela di Citibank. Namun, tawaran itu ditolak oleh mereka.

Kemudian, Irzen disuruh datang ke Citibank untuk menemui manager bank untuk melakukan negosiasi, namun tak ada jalan keluar. Citibank tetap ngotot agar Irzen membayar utangnya.

"Lalu suami saya bilang ke pengadilan saja, kalau tidak mampu. Saat itu yang ditemui adalah manajer. Waktu itu saya ingat namanya Arief Lukman, makannya saya bingung di media kok namanya Arief Lukman bukan dari Citibank," kata dia.

Tak hanya dua kali, debt collector dari Citibank datang untuk yang ketiga kalinya ke rumah Irzen pada tanggal 28 Maret 2011. Essi mengatakan, yang datang saat itu ada dua orang salah satunya adalah Humizar.

"Saya nggak hafal, tapi saya ingat dia (Irzen) bilang Humizar dan satu lagi saya lupa namanya, agak susah," kata dia.

Saat kedatangan Humizar yang ketiga kali ini, Essi mengatakan, berdasarkan cerita dari suaminya, Humizar meminta agar Irzen datang ke Citibank untuk membayar 10 persen dari total utang, maka utang itu dinyatakan lunas. "Waktu itu rencananya nggak datang karena banyak janji," kata dia.

Namun, Irzen Octa ditemukan meninggal di kantor Citibank, Menara Jamsostek, Jalan Sudirman pada 29 Maret 2011. Dia meninggal diduga karena mendapat penganiayaan saat melakukan negosiasi dengan pihak Citibank.

Sementara, kepada VIVAnews.com, kelima terdakwa mengaku tidak pernah menganiaya Irzen Octa. Apalagi melakukan kekerasan saat menagih utang Irzen ke Citibank yang mencapai Rp100 juta itu.

Arief pun menduga ada rekayasa dalam kasus yang dituduhkan kepada dirinya dan teman-temannya itu. Apalagi pandangan debt collector yang selalu melakukan kekerasan sulit dihilangkan dari pendapat masyarakat.

"Padahal kami ingin sekali mengubah paradigma itu. Dan kami tidak pernah melakukan kekerasan saat melakukan penagihan ke debitur," ujar pria bertubuh kecil itu.

Baca wawancara lengkap VIVAnews.com dengan lima terdakwa di sini.

Gedung Kampus UNU Gorontalo. (Foto: UNU Gorontalo).

Rektor UNU Gorontalo Diduga Lecehkan 12 Mahasiswi, Dosen dan Staf di Kampus

"Untuk sejauh ini, sudah ada 12 orang yang telah melaporkan (Rektor UNU). Mereka masing-masing mahasiswi, staf hingga dosen. Pelaporan itu dilayangkan ke pihak LLDIKTI."

img_title
VIVA.co.id
24 April 2024