Korban Penggusuran: Kami Sadar Tempati Tanah Negara, Tapi ...

Penggusuran Pemukiman di Bantaran Waduk Pluit
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVAnews
Viral Seorang Remaja Jalan Puluhan Ribu Langkah demi Datang ke Masjid untuk Hal Ini
- Warga Taman Burung, Kelurahan Pluit Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara menjadi korban penggusuran. Mereka mengakui sadar selama ini menempati tanah negara.

10 Negara Ini Dicap Paling Malas Gerak Sedunia, Kok Bisa?

Namun warga yang tinggal di sekitar bantaran Waduk Pluit itu merasa sah menggunakan tanah negara yang terbengkalai tapi tak dimanfaatkan.
Deretan Negara yang Ternyata Penduduknya Paling Cepat Meninggal di Dunia


"Kami sadar, kami menempati tanah negara. Yang kami perjuangkan itu bukan tanahnya tapi bangunannya. Kami rela digusur asal ada kompensasi," ujar Rostinah Adeliasira, salah satu warga Taman Burung saat ditemui di lokasi penggusuran, Minggu 15 Desember 2013.

Rostinah sepakat dengan pembelaan pihak Komnas HAM bahwa warga Taman Burung merupakan warga yang legal, karena memiliki KTP Jakarta, Kartu Keluarga dan tiap ada pemilu mereka menyuarakan aspirasi mereka.


Untuk itu, warga siap meninggalkan lokasi asalkan mendapatkan kompensasi yang adil.


Disebutkan pihak pemerintah mengajukan ganti rugi bangunan Rp1 Juta/meter (bangunan non permanen), Rp2 Juta/meter (bangunan semi permanen) dan Rp3 Juta/meter (bangunan permanen).


Namun belakangan usulan itu berubah menjadi Rp750 ribu/meter (bangunan non permanen), Rp500 ribu/meter (bangunan semi permanen) dan Rp1 Juta/meter (bangunan permanen).


Namun entah kenapa, penghitungan itu tak jadi dijalankan sampai adanya penggsusuran.


Riwayat kepemilikan tanah

Soal kepemilikan tanah di lokasi itu, warga lain, H. Daeng Bahar mengatakan tanah yang mereka diami awalnya merupakan tanah garapan negara.


"Mulai digarap pada tahun 1989 silam. Terus 2008 tanah diklaim oleh PT Jakarta Propertindo (Jakpro), salah satu BUMD," katanya.


Kemudian PT. JakPro menyewakan tanah Taman Burung ke PT. Wahana Air Soft Gun. Bahar mengatakan saat berada di kendali perusahan ini, PT. Wahana sempat merelokasi beberapa warga.


"Tapi perusahaan ini memberikan kompensasi," kata warga lain menguatkan.


Selanjutnya tak ada kabar lagi. Warga mengaku tak membayar sewa kepada perusahaan itu. sampai kemudian bulan lalu muncul surat pemberitahuan dari Sub Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan (P2B) DKI Jakarta.


"Sempat pada 12 November ada surat dari P2B, tapi itu aspal (palsu). Sebab setelah kami cek ke Walikota, tak mengeluarkan surat itu," ujar Bahar.


Bahar melanjutkan dua minggu kemudian, tiga rumah warga tiba-tiba disegel oleh pemerintah provinsi. Penyegelan disebutka tanpa tanggal, bulan dan tahun.


Kemudian pada Rabu, 11 Desember, Sub Dinas P2B menurunkan surat perintah bongkar bangunan. "Surat ini memberi warga 1x24 jam, sampai kemudian kejadian Kamis kemarin," kata dia.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya