Kisah Berbeda Si Pitung, Jagoan Betawi dari Rawa Belong (2)

Ilustrasi Si Pitung
Sumber :
  • U-Report
VIVA.co.id
Kisah Pelukis Arwah Si Manis Jembatan Ancol
- Selama delapan tahun (1886--1894 ) Si Pitung, oleh penjajah Belanda dianggap sebagai orang yang meresahkan Batavia (Jakarta).  Karenanya, Penasehat Pemerintah Hindia Belanda, Snouck Hurgronje mengecam Kepala Polisi Batavia, Schout Hijne, yang dianggap tidak becus dalam upaya menangkap Si Pitung. Bahkan dikisahkan, agar dapat menangkap Pitung, Polisi berbola mata biru itu sempat meminta bantuan orang pintar atau paranormal.

Cerita Bung Karno Jadi Model Patung Bundaran HI

Cerita sebelumnya:


Memoles Potensi Wisata 'Kampung Si Pitung' Marunda

Hurgronje marah besar atas tindakan itu, ia menganggap kepala polisinya sangat keterlaluan, “Sungguh keterlaluan, jika seorang Eropa semisal Hijne, harus meminta bantuan dukun (orang pintar) hanya untuk menangkap seorang Pitung.”

Hurgronje menganggap Kepala Polisi. Ini sebagai orang yang sangat tidak terpelajar. Dikarenakan ia tidak mampu memperhitungkan kehadiran alat transportasi baru, berupa kereta api, yang biasa dinaiki oleh Si Pitung, hilir mudik, pada saat itu.

Dengan segala cara, Si Pitung dapat ditangkap dan dijeboskan ke dalam penjara Meester Cornelis pada 1891. Namun, karena kesaktiannya, Pitung pun berhasil meloloskan diri. Selanjutnya, ketika sudah berada di luar penjara, Si Pitung dikabarkan masih sempat membunuh seorang Demang Kebayoran yang menjadi musuh para petani di daerah tersebut. Di mana, sang Demang, sebelumnya pernah menjebloskan Ji’ih, saudara sepupu Pitung ke dalam sel tahanan Belanda.

Dikisahkan juga, sebagai seorang yang memiliki jiwa pejuang, dari dalam tahanan Meester Cornelis, Si Pitung konon masih sempat beberapa kali berhasil menyelundupkan surat yang ditujukan kepada pengurus Masjid Al-Atiq, Kampung Melayu.

Namun tidak ada keterangan tertulis mengenai apa yang disampaikan oleh Pitung dalam suratnya itu. Hanya saja, dalam kisah tutur, melalui surat itu, Pitung memberi seruan pada kaum Muslimin, untuk terus berjuang, serta meyampaikan beberapa rahasia Belanda.

Dalam surat itu pula, Pitung menggunakan nama samaran, Sholihin. Sholihin, dipilih sebagai nama samarannya, menurut beberapa sumber, karena diinterpretasikan sesuai dengan maknanya, “Orang-orang Sholeh.” 

Pasalnya, meski Pitung suka merampok, tapi bukan untuk memperkaya diri melainkan untuk perjuangan. Di kalangan penganut thariqat, sebagaimana dianut oleh Si Pitung, berkembang keyakinan, bahwa merampas harta musuh untuk kepentingan perjuangan, adalah suatu perbuatan yang dihalalkan.

Sebagaimana dikenal bahwa Pitung kerap melakukan perampokan terhadap tuan-tuan tanah dan para Demang yang menzalimi rakyat kecil, hal itu, konon dilakukan tanpa berkomplot. Pada catatan tersebut diterangkan, Dalam perjalanan aksi perampokannya, Si Pitung tidak membangun komplotan, melainkan dijalaninnya berdua dengan sepupunya, Ji’ih. Di mana, kemudiaan Ji’ih tertangkap Belanda dan dihukum mati. Setelah itu, Si Pitung bekerja sendiri. Karena itulah Polisi Belanda sulit mendapatkan informasi tentang Si Pitung. Bersambung

Kami akan mengulas kisah Si Pitung yang berbeda dengan yang lain dalam beberapa tulisan. Tulisan akan terbit setiap pagi. Nantikan tulisan-tulisan selanjutnya.

![vivamore="
Baca Juga
:"]

[/vivamore]
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya