Kisah Bangsawan Kaya yang Bangun Kota Depok

Tempat peristirahatan di Siringseen milik Cornelis Chastelein
Sumber :
  • VIVA.co.id/Zahrul Darmawan

VIVA.co.id - Cornelis Chastelein adalah salah satu bangsawan Belanda yang sempat berkuasa di Depok, Jawa Barat. Meski berkebangsaan Belanda, namun dia ternyata salah satu tokoh yang menentang adanya perbudakan.

Indahnya Arsitektur Berat, Kota Seribu Jendela

Dalam wasiatnya, Chastelein, bahkan sempat melarang orang China untuk tinggal di Depok. Apa alasannya? Berikut hasil penelusuran VIVA.co.id.

Tanah milik Cornelis Chastelein (Depok) pada saat itu, dibelinya dari Lucas Meur (Resident Cirebon) pada 18 Mei 1696. Chastelein adalah seorang anggota dewan Hindia yang tergolong kaya raya.

Kelenteng Ini Jadi Simbol Perlawanan Tionghoa Surabaya

Sebagai pemilik baru di tanah Depok, Chastelein, kemudian membangun tempat peristirahatan di Siringseen, yang kini dikenal dengan sebutan Srengseng.

Seperti tuan tanah pada umumnya, ia juga menyewakan sebagian tanahnya. Sementara itu, tanah sebagian lagi dijadikan lahan pertanian.

Untuk menggarap lahannya, Cornelis Chastelein, kemudian mendatangkan budak-budak khusus yang ia beli dari Raja Bali untuk membuka persawahan.

Alasannya membeli budak Bali, lantaran orang Bali dikenal mahir dalam bercocok padi. Selain dari Bali, Chastelein juga mendatangkan budak dari Timor dan Sulawesi. Jumlah budak yang didatangkan dari ketiga daerah itu sekitar 200 orang.

Ini Sejarah Gedung Sate yang Tak Banyak Diketahui Orang

Sebagai penganut agama Kristen Protestan yang saleh dan puritan, ia pun merasa terpanggil untuk mengembangkan agama tersebut. Kegiatan yang dilakukan pada malam hari terhadap para budaknya merupakan manifestasi dari keinginannya untuk menyebarkan agama Kristen Protestan.

Usahanya pun tak sia-sia, antara tahun 1696 sampai 1713, sekitar 120 orang dari 150 budak mau menerima Sakramen Pembaptisan.

"Setelah itu, ia juga memerdekakan 150 budak, namun diharuskan memeluk agama Kristen. Selain mendapatkan tanah, budak yang dibebaskan juga mendapat tiga ratus ekor sapi, seperangkat gamelan, serta berbagai senjata untuk membela diri," kata salah satu pemerhati sejarah Depok, Diki Erwin, pada VIVA.co.id.

Keputusannya untuk membebaskan para budaknya itu diabadikan dalam sebuah testamen. Para budak yang telah merdeka ini disebut juga kaum mardijkers.

Istilah ini diambil dari bahasa sansekerta (mahardika), yang artinya bebas, atau merdeka. Para budak inilah, yang kemudian disebut sebagai orang Depok asli, atau juga dikenal dengan istilah Belanda Depok. Mereka tinggal di Jalan Pemuda dan sekitarnya, yang merupakan daerah elite pada masa itu.


Untuk melindungi budak-budaknya, dalam salah satu wasiatnya Chastelein melarang orang China tinggal di Depok. Ia menilai, orang China sebagai sumber kerusuhan dan suka meminjamkan uang dengan bunga tinggi. Mereka hanya boleh melakukan kegiatan ekonomi (berdagang) pada siang hari.

"Kalau sudah sore, mereka berbondong-bondong meninggalkan daerah Depok. Mereka tidak mungkin pulang ke Glodok (pemukiman China di Batavia). Karena itu, mereka akhirnya mendirikan pemondokan. Nah, pemondokan inilah yang dikenal dengan sebutan Pondok Cina. Letaknya yang sekarang dekat UI dan Margo City," jelas Diki.

Di Pondok Cina, juga terdapat rumah seorang tuan tanah China. Rumah besar itu juga disebut dengan nama Pondok Cina. Posisi rumah yang masih berdiri kokoh itu, tepat di area pusat perbelanjaan Margo City Jalan Margonda Raya Depok.

Pada tahun 1690 silam, rumah itu dimiliki seorang bangsawan China. Ketika terjadi gempa bumi pada 1834, rumah besar itu mengalami kerusakan dan dibangun kembali pada 1898.

"Sejak tahun 1866, keluarga Tan disebut-sebut sebagai pemiliknya," ujar Diki.

Sampai saat ini, rumah tua tersebut masih berdiri kokoh meski sudah mulai tampak usang. Namun, karena sarat akan nilai sejarah, pengelola Margo City pun tetap mempertahankan keasliannya.

"Kita akan renovasi, namun tidak menghilangkan keasliannya. Mungkin, setelah pengerjaan proyek di depan selesai kita akan fokus. Ya, karena masih masuk area Margo City," kata Humas Margo City, Rani Fitriawati. (asp)

![vivamore="Baca Juga :"]

[/vivamore]
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya