Seri Para Pendekar Betawi

Entong Gendut, Pendekar Condet yang Jasadnya Dibuang ke Laut

Cover buku Para Jago dan Kaum Revolusioner Jakarta 1945-1949
Sumber :
  • VIVA.co.id/Dody Handoko
VIVA.co.id
Kisah Pelukis Arwah Si Manis Jembatan Ancol
- Pendekar silat lainnya yang kesohor adalah  Haji Entong Gendut. Menurut Jakarta Ensiklopedia, pada masa penjajahan Belanda rakyat Condet hidup dalam tekanan pihak Kompeni dan para tuan-tuan tanah yang bermarkas di Kampung Gedang. Seluruh tanah Condet, bahkan sampai di Tanjung Timur dan Tanjung Barat, dikuasai oleh tuan tanah.
Baca:
Cerita Bung Karno Jadi Model Patung Bundaran HI


Pria Ini Sampaikan Kemerdekaan Indonesia ke Dunia
Rakyat diwajibkan membayar pajak, yang ditagih oleh para mandor dan centeng tuan tanah. Pajak ( blasting ) sebesar 25 sen yang harus dibayarkan setiap minggu dinilai sangat berat oleh rakyat, karena harga beras masa itu hanya 4 sen per kilogram. Apabila ada penduduk belum membayar blasting, maka merek dihukum kerja paksa mencangkul sawah.


Menyaksikan semua penderitaan rakyat itulah, timbul kemarahan dalam diri Tong Gendut. Ia kumpulkan seluruh rakyat Condet dan mengibarkan panji perang melawan Kompeni. Pada 5 April 1916 berkabarlah perang di Landhuis, dikenal sebagai Villa Nova, yang ditempati Lady Lollison dan para centengnya.


Entong Gendut bersama 30 pemuda Condet menyerbu. Namun setelah datang bala bantuan dari Batavia pemberontakan tersebut dapat dipadamkan. Entong Gendut meninggal tertembus peluru Kompeni.


Mengenai kematian Entong Gendut terdapat berbagai versi: Pertama, Entong Gendut meninggal bukan di Kampung Gedong namun di Batuampar, saat melewati sungai karena dikejar-kejar Kompeni. Keduam jasad Entong Gendut diangkut oleh Kompeni, kemudian diceburkan ke laut.


Bahkan makamnya pun tak diketahui rimbanya, ada yang mengatakan di Kemang, Jakarta Selatan, namun ada juga yang mengatakan di Kampung Wadas, Bogor. Saat meninggal Entong Gendut meninggalkan tiga anak, yaitu Abdul Fikor, Aiyoso, dan Aisyah.


Robert Cribb dalam bukunya
Para Jago dan Kaum Revolusioner Jakarta 1945-1949
menyingkap heroisme kaum bandit yang bersatu melawan penjajah Belanda untuk mempertahankan Proklamasi 1945.


Gerombolan bandit Jakarta sepakat bergabung dalam Lasykar Rakyat Jakarta Raya (LRJR), walau ada juga yang mengabdi pada penjajah Belanda dalam pasukan Hare Majesteits Ongeregelde Troepen (HAMOT).


Gembong-gembong bandit pada saat itu turut berjuang, baik dalam LRJR maupun organisasi perjuangan lainnya. Imam Syafe'fi alias Bang Pi'fie, gembong jawara di kawasan Senen, misalnya. Aksi kriminalnya membuat dia kaya raya dan menjadi tuan tanah. Ia sempat menjadi Menteri Keamanan Rakyat pada Kabinet 100 Menteri di zaman Bung Karno. Bang Pi'fie wafat pada 1982.


Lain halnya dengan Haji Darip, jagoan asal Klender kelahiran tahun 1900. Dia putra pemimpin gerombolan yang terkenal, Gempur. Darip dimitoskan punya jimat kekebalan dan pandai merekrut penjahat untuk menjadi pengikutnya. Haji Darip pernah memimpin pemogokan buruh kereta api pada 1923.


Wilayah kekuasaan Darip membentang dari Klender hingga Pulogadung; dari Jatinegara sampai Bekasi. Setiap orang China, Eurasia, bahkan Eropa, jika melewati wilayah kekuasaannya, pasti dijarah serta harus berteriak "merdeka!" dan wajib membayar 2 gulden. Kawanan bandit yang "patriotis" itu juga melakukan aksi teror secara sporadis.


Pada 19 Oktober 1945, sebanyak 68 orang serdadu Angkatan Laut Jepang dibantai di Bekasi dalam perjalanan mereka ke Penjara Ciater. Pada 23 November 1945, sekelompok tentara Belanda dan Inggris tewas dihajar kawanan bandit Bekasi. Untuk mengenang Darip, kini ada sebuah nama Jalan Haji Darip di daerah Klender.


Bersambung ...

Kami akan mengulas Seri Pendekar Betawi yang berbeda dengan yang lain dalam beberapa tulisan. Tulisan akan terbit setiap pagi. Nantikan tulisan-tulisan selanjutnya.




![vivamore="
Baca Juga
:"]

[/vivamore]

(ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya