- REUTERS/Christian Hartmann
Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) DKI Nomor 8 Tahun 2007 Tentang Ketertiban Umum, Kukuh mengatakan, institusi penegakan hukum milik DKI, yakni Satpol PP, hanya bisa sebatas melakukan razia ke tempat-tempat yang dicurigai sebagai lokasi terjadinya tindakan prostitusi.
"Satpol PP hanya bisa bergerak pada koridor razia," ujar Kukuh saat dihubungi melalui sambungan telepon pada Jumat, 15 Mei 2015.
Usai melakukan razia, Kukuh mengatakan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) kemudian akan membuatkan Berita Acara Penyidikan (BAP) untuk warga yang terkena razia. BAP itu kemudian diserahkan kepada aparat berwenang di tingkatan pemerintah pusat, yakni pihak kepolisian atau kejaksaan.
"Aparat berwenang di tingkatan pemerintah pusat itu yang memiliki domain untuk mengadili. Meski kami yang menangkap, tetap mereka yang menentukan apakah warga yang ditangkap ini telah melakukan pelanggaran atau tidak," ujar Kukuh.
Meski demikian, Kukuh mengatakan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tetap berupaya untuk meminimalisir keberadaan praktik prostitusi dengan cara mencari celah hukum untuk melakukan penindakan.
Contohnya, kata Kukuh, Satpol PP dan Dinas Perumahan dan Gedung Pemda beberapa waktu yang lalu bekerjasama untuk mencari rumah-rumah kos yang dicurigai sebagai tempat terjadinya praktik prostitusi.
Kukuh mengatakan Dinas Perumahan menyelidiki segala macam perizinan yang seharusnya dimiliki oleh sebuah rumah kos. Saat rumah kos yang dicurigai sebagai tempat terjadinya tindak prostitusi itu tidak memiliki 1 saja izin yang dipersyaratkan, Kukuh mengatakan, maka Satpol PP segera melakukan tindakan pembongkaran.
"Kami sudah melakukan tindakan seperti ini salah satunya ke rumah-rumah kos yang ada di Tebet (TKP pembunuhan terhadap PSK Deudeuh). Kami bongkar, kami bereskan, karena rumah kos itu ternyata berdiri di atas jalur hijau," ujar Kukuh.