Warga Tolak Lepas Tanah untuk MRT, Ahok Gunakan Pengadilan

Proyek MRT di Lebak Bulus
Sumber :
  • VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi

VIVA.co.id - Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama mengatakan, kendala terbesar dalam pembangunan transportasi Mass Rapid Transit (MRT) di Jakarta muncul dari warga Jakarta sendiri.

Pembangunan Mendesak, DKI Alihkan Anggaran untuk MRT

Ahok mengatakan, banyak warga yang menyadari Pemerintah Provinsi DKI membutuhkan lahan yang dimilikinya untuk melanjutkan pembangunan moda transportasi itu. Akibatnya, warga enggan melepas lahan yang dimiliki dengan harga pasar yang didasarkan kepada hasil survei lapangan.

"Dia tahu kita butuh, makanya dia sengaja mahal-mahalin," ujar Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis, 28 Mei 2015.

Syarat Jakarta Bangun Transportasi Publik

Berdasarkan paparan yang disampaikan Direktur Utama PT. MRT Jakarta, Dono Boestami kepada Wakil Gubernur DKI Djarot Saiful Hidajat pada saat Djarot melakukan peninjauan ke lokasi pembangunan moda transportasi itu pada Minggu, 24 Mei 2015, terungkap bahwa meski pembangunan MRT saat ini telah berlangsung selama lebih dari 2,5 tahun, belum 100 persen lahan yang diperlukan untuk melaksanakan pembangunan moda transportasi itu dibebaskan.

Lahan-lahan yang kepemilikannya belum dibebaskan itu misalnya kawasan Lebak Bulus, seperti di area Jalan Pasar Jumat, Jalan Fatmawati, Jalan TB. Simatupang, Jalan Haji Nawi, hingga Jalan Cipete Raya.

Bersinggungan dengan MRT, Ahok Perpendek Rute LRT

Guna menyelesaikan masalah itu, Pemprov DKI dan PT. MRT Jakarta akhirnya melaksanakan strategi konsinyasi. Strategi konsinyasi sendiri didasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

Dengan strategi itu, DKI berhak menyimpan uang ganti rugi pembebasan lahan di pengadilan. Pemilik tanah dipersilakan untuk memproses kepemilikan tanahnya secara hukum. Sedangkan DKI, berhak menyita tanah yang dimilikinya sehingga pembangunan MRT tetap bisa dilaksanakan di atas tanah yang enggan dijual oleh warganya itu.

"Jadi tanahnya kami sita saja, kami ambil paksa. Ini model baru untuk mengatasi masalah lahan."

(mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya