Polisi Bongkar Penipuan Modus Pengobatan Alternatif

Ilustrasi
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhamad Solihin
VIVA.co.id
Ayah Amri Minta Anaknya Minta Maaf pada Cita Citata
- Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya membongkar jaringan penipuan bermodus pengobatan alternatif. Modus ini sudah berulang kali terjadi di Jakarta bahkan cenderung meningkat saat jelang Hari Raya Idul Fitri.

Kasusnya Mengemuka, Wanita Emas Terganggu

Kepala Subdirektorat Kejahatan dengan Kekerasan Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya Ajun Komisaris Besar Herry Heryawan mengatakan, dalam kasus itu, polisi menangkap lima anggota jaringan penipuan itu. Mereka masing-masing berinisial AN dan empat anak buahnya,  AH, AC, AW dan CGT.
Tipu Teman Sendiri, Wanita Ini Dibekuk Polisi


"Setiap jelang Lebaran penipuan modus pengobatan alternatif ini pasti meningkat," kata AKBP Herry di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Senin 29 Juni 2015.

Jaringan penipu ini beraksi dengan cara membuat korbannya terperdaya setelah ditakut-takuti terkena sakit keras. Lalu harus melakukan beberapa langkah tak masuk akal dengan menyetorkan uang dan benda-benda berharganya.


Kanit II Subdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Kompol Teuku Arsya Khadafi menjelaskan, salah satu kasusnya terungkap pada April 2015 itu, berawal saat seorang korban sedang berjalan di sekitar Pasar Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara.


Korban saat itu didekati seorang pelaku yang berpura-pura menanyakan alamat tempat pengobatan alternatif untuk anaknya. Pelaku lainnya juga berpua-pura melintas dan menanyakan tempat pengobatan alternatif.


Ketika korban dan dua pelaku berkumpul, tiba-tiba datang pelaku lainnya menggunakan mobil, yang berpura-pura menyapa salah satu pelaku. "Kemudian dua pelaku yang sedang mengobrol‎ ini diajak oleh pelaku yang ada di mobil, dengan alasan pelaku yang di mobil ini tahu alamat pengobatan alternatif tersebut," kata Arsya.


Kedua pelaku kemudian mengajak korban naik ke atas mobil. Di dalam mobil, para pelaku menceritakan kehebatan pengobatan alternatif kungkung yang sering didatangi mereka.


"Kemudian sopirnya ini membawa mobil berputar-putar sekeliling TKP. Lalu seorang pelaku yang katanya tahu tempat Kungkung itu pura-pura turun di depan gang sempit, seolah-olah menemui Kungkung," ujarnya.


Pelaku kemudian kembali ke dalam mobil, dan mengatakan, Kungkung tidak ada tetapi bisa memberikan doa dari jarak jauh dengan dirinya sebagai perantara. Korban dan pelaku lain yang berpura-pura hendak menjalani pengobatan alternatif kemudian disuruh untuk mengumpulkan harta benda miliknya, jika tidak akan mendatangkan petaka.


"Kamu kumpulkan semua harta benda yang kamu miliki, termasuk tabungan di bank, ATM segala macam. Karena kalau tidak dicuci harta benda akan mendatangkan kematian bagi kamu dan keluargamu," katanya.


Saat itu, korban pun menuruti semua perkataan pelaku hingga akhirnya memasukan sejumlah perhiasan emas di safe deposit dan uang tunai dengan total senilai Rp2 miliar ke dalam kantong plastik.


Di dalam mobil, korban disuruh untuk berdoa menghadap kaca mobil dengan tangan menempel pada kaca.


"Pada saat itulah, para pelaku mengganti kantong plastik korban berisi barang korban dengan keresek lain," katanya.


Lalu, korban disuruh turun dan berjalan 100 meter tanpa melihat ke belakang. Pelaku berpesan agar korban menyimpan harta bendanya dalam kantong plastik tadi di dalam lemari tertutup dan tidak boleh dibuka selama tiga hari.


Tiga hari berselang, korban membuka lemari pakaiannya dan mengambil kantong plastik tersebut. Tetapi saat dibuka korban kaget karena kantong plastik yang semula berisi perhiasan dan uang korban telah berubah menjadi garam, mi instan, dan air mineral.


Barulah korban merasa terpedaya. Ia kemudian melaporkan ke Polda Metro Jaya. Salah satu tersangka baru bisa tertangkap pada Juni 2015, setelah polisi menyelidiki CCTV di sebuah toko emas. Dalam rekaman CCTV, tampak pelaku berbelanja sejumlah perhiasan emas menggunakan kartu debit ATM korban.


"Modus ini sudah sering terjadi dan kami duga sudah banyak korbannya, sehingga kami imbau masyarakat untuk melapor," kata Arsya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya