Kisah Sukarno dan Telur Berisi Sandi

Sel Soekarno di Lapas Sukamiskin, Bandung.
Sumber :
  • VIVA/Dody Handoko

VIVA.co.id - Soekarno pada masa Hindia Belanda sering keluar masuk penjara. Satu di antaranya ketika ia mendirikan Algemene Studie Club di Bandung. Organisasi ini menjadi cikal bakal Partai Nasional Indonesia, yang didirikan pada tahun 1927. Aktivitas Soekarno di PNI inilah yang membuat dia mendekam di penjara Banceuy, dan kemudian dipindahkan ke Sukamiskin pada 1930.

Kisah Pelukis Arwah Si Manis Jembatan Ancol

Saat masuk bui, Bung Karno mengandalkan hidupnya dari sang istri. Seluruh kebutuhan hidup dipasok oleh Inggit, yang dibantu oleh kakak kandung Sukarno, Sukarmini, atau yang lebih dikenal sebagai Ibu Wardoyo. Kisah itu ditulis di buku Total Soekarno  karya Roso Daras.

Saat dipindahkan ke penjara Sukamiskin, pengawasan terhadap Sukarno semakin keras dan ketat. Dia dikategorikan sebagai tahanan yang berbahaya. Bahkan, Belanda mengisolasi Sukarno, agar tidak mendapat informasi dari luar.

Pejabat Hingga Artis Hadiri Ulang Tahun Guruh Soekarnoputra

Beberapa bulan pertama menjadi tahanan di Sukamiskin, komunikasi Bung Karno dengan rekan-rekan seperjuangannya nyaris putus sama sekali. Tapi sebenarnya, ada berbagai cara dan akal yang dilakukan Sukarno, untuk tetap mendapat informasi dari luar.

Hal itu terjadi, saat pihak penjara membolehkan Sukarno menerima kiriman makanan dan telur dari luar. Telur, yang merupakan barang dagangan Inggit itu, selalu diperiksa ketat oleh sipir, sebelum diterima Bung Karno.

Kisah Bung Karno Kelabui Jepang Lewat Pidato

Telur menjadi alat komunikasi untuk mengabarkan keadaan di luar penjara. Caranya, bila Inggit mengirim telur asin, artinya di luar ada kabar buruk yang menimpa rekan-rekan Bung Karno. Namun, dia hanya bisa menduga-duga saja kabar buruk tersebut, karena Inggit tidak bisa menjelaskan secara detail.

Seiring berjalannya waktu, Sukarno dan Inggit kemudian menemukan cara yang lebih canggih untuk mengelabui Belanda. Medianya masih sama, telur. Namun, telur tersebut telah ditusuk-tusuk dengan jarum halus, dan pesan lebih detail mengenai kabar buruk itu dapat dipahami Bung Karno.

Satu tusukan di telur berarti semua kabar baik, dua tusukan artinya seorang teman ditangkap, dan tiga tusukan berarti ada penyergapan besar-besaran terhadap para aktivis pergerakan kemerdekaan.

Ibu Wardoyo menceritakan, dikutip dalam buku ‘Bung Karno Masa Muda’ terbitan Pustaka Antarkota tahun 1978, ada lagi cara yang lebih rumit, dengan menggunakan media buku-buku agama hingga Alquran.

Inggit yang mendapat jatah berkunjung dua kali sepekan, diizinkan membawa buku-buku agama dan Alquran. Misalnya, Bung Karno dikirimi Alquran tanggal 24 bulan April. Maka Bung Karno harus membuka surat Alquran keempat di halaman 24. Di bawah huruf-huruf tertentu pada halaman tersebut, terdapat lubang-lubang kecil seperti huruf Braille.

Contohnya di bawah huruf B ada tusukan, selanjutnya di bawah huruf U, dan seterusnya, hingga membentuk rangkaian kata dan kalimat, yang berisi kabar dari rekan-rekan seperjuangannya yang berada di luar penjara.

Satu lagi model komunikasi yang digunakan Bung Karno. Cara ini dipilih Ibu Wardoyo, yang selalu menemani Inggit membesuk ke penjara Sukamiskin. Dia menggunakan bahasa tubuh, seperti menarik telinga, menyilangkan jari, mengedipkan mata, menggerakan satu tangan, hingga menggerakkan bagian muka. Semua kode itu sudah dipahami maknanya oleh Bung Karno.

Selama menjalani masa hukuman, dari Desember 1929 hingga dibebaskan pada 31 Desember 1931, Sukarno tidak pernah dijenguk oleh kedua orang tuanya yang berada Blitar. Menurut Ibu Wardoyo, orang tua mereka, Raden Soekemi Sosrodihardjo dan Ida Ayu Nyoman Rai, tidak sanggup melihat anak yang mereka banggakan itu berada di tempat hina, yakni penjara, dan dalam posisi yang tidak berdaya.

Saat di Sukamiskin, kondisi Bung Karno demikian kurus dan hitam. Namun, Bung Karno beralasan, dia sengaja membuat kulitnya menjadi hitam, dengan bekerja dan bergerak di bawah terik matahari, untuk memanaskan tulang-tulangnya. Sebab, di dalam sel tidak ada sinar matahari, lembab, gelap, dan dingin.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya