Dituduh Ada Kekerasan, SD Montessori Laporkan Wali Murid

Ilustrasi kekerasan seksual.
Sumber :
  • VIVAnews/Joseph Angkasa
VIVA.co.id - Sekolah Dasar (SD) Tunas Mulia Montessori di Gading Serpong, Kabupaten Tangerang, Banten, melaporkan orang tua satu siswanya kepada kepolisian setempat.
Guru Pencubit Anak Tentara Divonis 6 Bulan Percobaan

Orang tua siswa itu berinsial YC. Dia dilaporkan kepada aparat karena menuduh telah terjadi kekerasan atau bullying terhadap anaknya, ASP, di SD Tunas Mulia Montessori. Sekolah itu membantah dengan terang tuduhan YC.
Bocah Telantar di Trotoar, Diduga Korban Perkosaan

Wakil Kepala Sekolah SD Tunas Mulia Montessori, Junita Manurung, mengaku telah menyelidiki tuduhan yang disampaikan YC melalui akun Facebook yang menyebut anaknya dikasari oleh M, teman sekelas. Sekolah telah memeriksa seluruh kamera pengawas (CCTV) dan tidak ditemukan rekaman yang menunjukkan telah terjadi kekerasan pada ASP.
Soal Cyber Bullying, Orang RI Makin Senang Jika Ditindas

Sekolah, kata Junita, juga sudah memeriksa M, siswa yang dituduh YC mengasari anaknya. Berdasarkan rekaman CCTV dan buku penghubung yang dimiliki M, siswa itu dipastikan tidak hadir di sekolah di hari yang dituduhkan YC, yakni pada 11 September 2015.

"Kami tanya kepada wali kelasnya, siswa M tak hadir," kata Junita kepada wartawan di Tangerang, kemarin.

Dia pun membuka bukti rekaman bahwa siswa ASP ketika hari itu terlihat masih sehat. Karenanya, Sekolah meyakini tindak kekerasan tak terjadi di sekolah. "Ada 20 CCTV di sekolah ini. Seluruhnya telah diperiksa, dan tak ada tindak kekerasan di sekolah kami," katanya.

Junita menceritakan mula-mula tuduhan itu muncul. YC mendatangi sekolah pada Jumat, 18 September 2015. Dia mengaku bahwa siswa M telah menendang anaknya saat akan mengikuti kegiatan ekstrakurikuler taekwondo. Akibat dari kejadian itu, ASP menderita luka pada kemaluannya hingga dirawat di rumah sakit.

"Dan pada 21 September, (YC) datang lagi mengultimatum agar siswa M harus dikeluarkan. Kalau tidak, akan dilaporkan ke KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) dan Dikdas (Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar)," ujar Junita.

Para guru dan Kepala Sekolah mencoba menjenguk siswa ASP di rumah sakit. Namun, kedatangan mereka ditolak dengan alasan bahwa permintaan orang tua pasien. "KPAI pun mengirimkan undangan. Lalu kami melakukan mediasi, tetapi orang tua ASP tak hadir," kataya.

Orang tua ASP hanya mengirimkan kuasa hukumnya. Tetapi kuasa hukum keluarga ASP mengatakan saat itu masih mencari bukti. Sampai sekarang, pihak sekolah belum dapat berkomunikasi dengan orang tua siswa ASP.

Saat disinggung tentang adanya peristiwa sebelumnya ketika pelajaran agama, Junita mengakui pernah ada. Tetapi itu diklaimnya hanya sekali. "Di situ pun hanya ada enam siswa dalam ruangan. Jadi, tidak mungkin tak terawasi guru. Mereka berdua juga tak sekelas, hanya saat jam pelajaran agama," katanya.

Setelah itu orang tua ASP menulis dalam akun Facebook tuduhan-tuduhan tanpa dasar yang dianggap merugikan sekolah. "Ada postingan menjelekan sekolah. Di situ ada yang komen 5.000 lebih," kata Bastian Manalu, pengacara SD Tunas Mulia Montessori.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya