- REUTERS/Beawiharta
VIVA.co.id - Basuki Tjahaja Purnama atau yang akrab disapa Ahok telah menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta selama satu tahun. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menyoroti beberapa hal kontroversial selama setahun Ahok berkuasa.
Selain banyaknya kasus penggusuran paksa, di masa pemerintahan Ahok juga terdapat peraturan yang membatasi kebebasan hak warga negara untuk melakukan demonstrasi.
Diketahui, Ahok mengeluarkan Peraturan Gubernur No. 228 Tahun 2015 tentang Pengendalian Penyampaian Pendapat Umum yang kini telah diubah dengan Peraturan Gubernur No. 232 Tahun 2015 tentang Pengendalian Pelaksanaan Penyampaian Pendapat di Muka Umum pada Ruang Terbuka.
Pergub itu dinilai membatasi masyarakat dalam menyampaikan pendapat di tempat-tempat tertentu.
“Pergub No. 232/2015 harus dicabut karena bertentangan dengan undang-undang yakni, UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum serta Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang pada dasarnya telah mengatur tentang kebebasan berpendapat di muka umum,” kata Direktur LBH Jakarta, Alghiffari Aqsa, dalam keterangannya, Jumat, 20 Oktober 2015.
Selain itu, Alghiffari juga mempertanyakan urgensi dari Pergub No. 232/2015. Saat ini, menurut Alghiffari, UU No. 9 Tahun 1998 sudah cukup mengakomodasi hak dan kewajiban masyarakat yang melakukan aksi demonstrasi dan yang tidak.
"Selain itu, UU No. 9/1998 juga sudah mengatur secara spesifik batasan-batasan dalam melakukan aksi,” katanya.
Berdasarkan hal tersebut, pada setahun masa pemerintahan Ahok di DKI, LBH Jakarta juga meminta Ahok agar memimpin Jakarta sesuai dengan koridor konstitusi yang berlaku.
“Ahok selama ini selalu berteriak taat pada konstitusi. Kali ini kami tantang Ahok untuk memimpin Jakarta sesuai dengan konstitusi yang selama ini dia gembar-gemborkan, dan tentunya sesuai dengan koridor hak asasi manusia dan asas-asas umum pemerintahan yang baik,” tuturnya. (ase)