Pengamat: Eksekusi Jalan Tol JORR Seksi S Janggal

Jalan tol JORR
Sumber :
  • Twitter TMC Polda Metro

VIVA.co.id - Pengelolaan jalan tol Jakarta Outer Ring Road (JORR) seksi S masih menjadi polemik. Para pakar hukum menilai janggal pelaksanaan eksekusi yang kedua kalinya terhadap jalan tol JORR Seksi S yang dilakukan Jaksa Agung M Prasetyo pada 16 Maret 2016.

Jaksa Agung Diminta Buka Alasan Tunda Eksekusi 10 Terpidana

Apalagi, eksekusi yang dilakukan oleh jaksa agung berbeda dengan pelaksanaan eksekusi pertama yang dilakukan oleh jaksa eksekutor pada 2013.

Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Hasanuddin Aminuddin Ilmar mengatakan, eksekusi yang dilakukan oleh jaksa harus mengikuti amar putusan hakim yang sudah berkekuatan hukum tetap. Menurut Aminuddin, pelaksanaan eksekusi tidak boleh mengurangi atau melebihi isi amar putusan hakim yang sudah berkekuatan hukum tetap.

Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan eksekusi jalan tol yang biasa disebut sebagai jalan tol TB Simatupang Jakarta, Aminuddin mempertanyakan dasar pelaksanaan eksekusi sampai dua kali. 

“Apa dasar jaksa agung untuk melakukan eksekusi yang kedua kali. Apakah berkaitan dengan putusan Mahkamah Agung (MA)? Eksekusi harus mengikuti amar putusan hakim,” kata Aminuddin, Minggu 10 April 2016.

Jika mengacu pada amar putusan dapat dengan mudah melihat apakah eksekusi pertama mengikuti amar putusan ataukah eksekusi kedua yang mengikuti amar putusan MA.

Sementara itu, Koordinator LSM Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman membenarkan pendapat para pakar hukum yang menilai janggal dengan satu putusan, namun dilakukan dengan dua kali eksekusi. Menurut dia, seharusnya eksekusi dilakukan satu kali saja setelah putusan ditetapkan.

“Ini memang terlihat janggal, tapi bisa saja eksekusi kedua itu untuk menyempurnakan putusan pertama. Tapi, tetap saja janggal, karena itu hal ini harus dipelajari dahulu,” kata Boyamin.

Kasus ini terjadi sejak 1998, saat PT Jasa Marga Tbk mengambil alih aset tersebut yang sebelumnya merupakan barang sitaan negara atas ketidakmampuan oknum melunasi utang untuk pembangunan jalan tol kepada PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI). Pada 1995, PT Marga Nurindo Bhakti mengambil kredit dari BNI senilai Rp2,5 triliun.

Kredit tersebut pada mulanya ditujukan untuk pembangunan jalan tol JOR-S. Namun, setelah diaudit, dana pinjaman yang dipakai untuk pembangunan tol hanya Rp1 triliun. Hingga saat ini belum diketahui sisa dana pinjaman tersebut dialirkan ke mana.

Pada periode 1994-1998, secara bertahap, Direktur PT Marga Nurindo Bhakti, Joko Ramiadji bekerja sama dengan PT Hutama Karya, menerbitkan commercial paper (CP) senilai Rp1,2 triliun. Ternyata, CP yang diterbitkan palsu dan PT Hutama Karya adalah yang dirugikan dalam hal ini. Namun, berdasarkan audit dana pembangunan tol bukan berasal dari CP palsu ini.

Ketidakmampuan PT Marga Nurindo Bhakti dalam mengembalikan pinjaman, menyebabkan tol disita dan proyek diambil alih oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) saat itu. BPPN mengembalikan proyek tersebut kepada negara, dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum dan Jasa Marga pada 1998.

Jaksa Agung Minta Maaf Eksekusi Mati Terkesan Tertutup
Jaksa Agung M Prasetyo (kiri) dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian.

Kejagung Janji Usut Pelanggaran HAM di Masa Lalu

Pernyataan itu disampaikan Jaksa Agung.

img_title
VIVA.co.id
6 Agustus 2016