Toko Obat Akan Digiring Jadi Apotek Rakyat

Wagub DKI Djarot Saiful Hidayat.
Sumber :
  • VIVA.co.id / Ade Alfath

VIVA.co.id – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bakal mendorong pengendalian peredaran obat-obatan melalui penjualan di apotek rakyat.

Bagaimana UU Kesehatan Baru Akan Mengubah Lanskap Industri Farmasi?

Hal itu dikatakan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat, saat menghadiri acara Badan Pengawasan Obat dan Makanan, di Balai Kartini, Jakarta, Selasa, 28 Februari 2017.

Menurut Djarot, peredaran obat ilegal harus ditertibkan sehingga masyarakat tidak menyalahgunakan zat berbahan dasar kimia itu.

6 Industri Farmasi Tersandung Cemaran EG-DEG, GPFI: Ini Konsekuensi yang Harus Dibayar

"Supaya tidak meracuni masyarakat dengan obat palsu, dan kedaluwarsa. Mereka enggak boleh jual obat keras," kata Djarot.

Djarot berharap, ke depan, di Jakarta tidak ada lagi penjualan obat atau pun bahan untuk kebutuhan kosmetik yang dijual melalui toko-toko atau kios. Tujuannya adalah memastikan masyarakat mendapatkan kualitas obat-obatan secara legal dengan adanya pendataan apotek rakyat dari pemerintah. 

Strategi Ini Perlu Dilakukan Manfaatkan Potensi Pasar Industri Farmasi dan Kesehatan RI

"Sidak sudah berkali-kali. Di Pasar Pramuka, misalnya, mereka tidak mau. Kalau niatnya baik kenapa enggak mau. Sebab, begitu dapat rekomendasi dari kami, maka customer percaya obatnya asli dan teregister," katanya.

Djarot mengatakan pemprov akan mengajak BPOM untuk merealisasikan pembentukan apotek rakyat secepatnya. Ia memastikan, apotek rakyat tidak akan menghentikan usaha kecil dan menengah, melainkan dapat memberikan rasa aman kepada calon konsumen yang ingin membeli obat.

"Begitu dia dapat rekomendasi dari kami, Dinas Kesehatan dan BPOM, masyarakat percaya kalau itu obatnya asli. BPOM akan bekerja sama dengan kami untuk melakukan pembinaan. Bukan mematikan (UMKM) loh ya," ujarnya.

Sementara itu, Wakil Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Khofifah Any, mengimbau kepada para pemilik toko dan kios obat untuk segera mendaftarkan usahanya sebagai apotek rakyat.

Ia menjelaskan, toko obat yang masih aktif akan diberi tenggat waktu selama enam bulan sebelum program penertiban ini diberlakukan. Menurut dia, penertiban itu sudah sejalan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 53 tahun 2016 tentang penataan kualitas pelayanan kefarmasian. 

"Evaluasi akan kami laksanakan bulan Mei. Hingga saat ini, kami sudah sosialisasi ke masyarakat. Sebagian, 50 persen (toko obat), sudah mendaftar jadi apotek rakyat," kata dia. 

Khofifah menambahkan, dari operasi yang dilakukan jajarannya, toko penjual obat ilegal banyak terdapat di wilayah Jakarta Timur dengan jumlah sekitar 200 kios.

Untuk itu, dia berharap, para pemilik toko segera mendaftarkan ke pemerintah untuk menjamin usahanya menjadi penjual bahan kimia untuk kesehatan secara resmi. (ase)
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya