Kabar Bohong Libatkan Anak, Sosiolog: Pengaruh Lingkungan

Ilustrasi media sosial.
Sumber :
  • Pixabay

VIVA.co.id – Pengakuan PI, siswi sebuah sekolah dasar di Tanjung Duren, Jakarta Barat yang menyebut menjadi korban upaya penculikan, sempat menjadi viral di media sosial, beberapa hari terakhir ini. Namun ternyata, pengakuan itu bohong belaka.

Kemenkominfo Gelar Talkshow “Rekam Jejak Digital di Ranah Pendidikan”

Kebohongan tersebut terbongkar setelah petugas kepolisian melakukan reka ulang. Dari hasil reka ulang ditemukan fakta, ada perbedaaan antara keterangan yang diberikan siswi SD itu dengan kondisi lokasi.

Sebelum itu, kabar seorang bocah berinisial AAS yang disebutkan harus menjual es keliling untuk biaya hidup lantaran kedua orangtuanya telah meninggal, sempat menjadi viral di media sosial, akhir Agustus 2017. Ternyata, hal tersebut tak sesuai kenyataan.

Menyelami Dampak Negatif FOMO pada Pengguna Media Sosial

Dinas Sosial DKI Jakarta menemukan AAS tinggal berkecukupan bersama kakek dan neneknya, dan bukan berasal dari keluarga miskin.

Dua kabar yang menjadi viral itu melibatkan anak-anak. Lantas, mengapa anak-anak melakukan hal itu? Apa yang memengaruhinya? 

Viral Motor Matik Diisi Minyak Kayu Putih Campur Bensin, Ini Kata Pakar

Sosiolog dari Universitas Ibnu Chaldun, Musni Umar menilai kebohongan yang beberapa waktu terakhir dilakukan oleh anak-anak lebih didasari oleh lingkungan yang memengaruhi anak. Selain itu, faktor keluarga seperti orangtua yang sibuk dan kurang memerhatikan anak juga berperan membentuk perilaku anak.

"Anak melakukan kebohongan karena anak itu mendapatkan pengaruh dari lingkungan sekitarnya, bisa mungkin media sosial dan juga bisa jadi lingkungan pergaulan tempat tinggal. Kondisi seperti ini mendorong anak-anak kita untuk berperilaku yang sesungguhnya itu tidak pantas dilakukan seperti berbohong," ujarnya saat dihubungi VIVA.co.id, Jumat, 15 September 2017 malam.

Ketidakhadiran orang tua dalam setiap tumbuh kembang anak juga memicu anak lebih terpengaruh oleh lingkungan pergaulannya. Sang anak akan cenderung hidup dengan gayanya sendiri.

Untuk mencegah hal ini terjadi, menurut dia, dibutuhkan kesadaran orangtua untuk terus hadir dan berkomunikasi pada anak. Orangtua diharapkan mampu menanamkan nilai-nilai kejujuran pada anak sejak dini.

"Bagaimana membangun hubungan dengan anak-anak kita kemudian mengajarkan anak-anak kita, lingkungan kita, berkata yang benar, ciptakan sesuatu yang benar, dan katakan sesuatu yang benar walaupun pahit," ujar pria yang juga menjabat sebagai rektor universitas Ibnu Chaldun Jakarta ini.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya