Ribuan Pengemudi Ojek Online Tuntut Aturan Tarif Standar

Aksi unjuk rasa pegemudi ojek online di Istana Merdeka, Jakarta.
Sumber :
  • Agus Rahmat

VIVA – Ribuan pengemudi ojek berbasis aplikasi online, melakukan aksi demonstrasi di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis 23 November 2017. Aksi ini diisi dengan orasi dari berbagai perwakilan pengemudi online.

Tak Diberi Tempat Parkir, Ratusan Ojol Geruduk AEON Mall Tangerang

Meski begitu, aparat keamanan tetap bersiaga dengan memasang pagar duri dan dua kendaraan taktis. Hingga kini, aksi berlangsung tertib.

Perwakilan aksi yang juga driver ojek online, Iqbal mengatakan, pihaknya tidak diperhatikan oleh pemerintah. Sebab, Peraturan Menteri (PM) Perhubungan bukan untuk ojek online, tetapi taksi online.

3 Ojek Online asal Rusia, Ada yang Beroperasi di Indonesia

Karena tidak diperhatikan seperti ini, ia mengatakan, tarif standar untuk mereka terus turun. Dari awalnya Rp4.000, kini terus turun hingga Rp2.000. Itu pun, masih harus dipotong lagi sebesar 20 persen.

"Rp2.000 dipotong 20 persen, jadi kita terima Rp1.600. Jadi, enggak manusiawi saja. UMR (Upah Minimum Regional) aja naik. Malah, kita tiap bulan turun," ujar Iqbal, saat aksi.

Gak Nyangka Ojol Kirim Pesan yang Bikin Kaget Penumpangnya

Aksi unjuk rasa pegemudi ojek online di Istana Merdeka, Jakarta.

Ia meminta pemerintah, bisa membuat aturan hukumnya. Terutama, untuk tarif dasar. Karena, tanpa ada aturan hukum, sama saja mereka ilegal. Menurutnya, tarif dasar yang manusiawi adalah Rp3.000.

"Kalau kita enggak minta tolong ke pemerintah supaya ada tarif standarnya, bisa-bisa turun terus," katanya.

Sementara itu, Ketua Forum Warga Kota Jakarta (Fakta) Azaz Tigor Nainggolan yang turut mendampingi aksi, menilai aneh kalau pemerintah hanya membuat aturan untuk taksi online saja.

"Yang diajak makan Presiden ojek online. Kok, yang dibuat regulasinya taksi online. Apakah, karena mereka ini kere semua," kata Azaz.

Karena itu, dia sudah menyiapkan langkah-langkah, agar para pengemudi ojek online ini mendapat payung hukum. Terutama, dengan mendesak ada Peraturan Menteri (PM), atau akan melakukan judicial riview UU Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalulintas.

"Kalau PM dibuat cepat, itu pelan-pelan (memasukkan ojek online dalam aturan perundangan). Kalau ini lambat, judicial rivew masuk," katanya.

Ia mengaku bersama dengan LBH Jakarta, sudah diberi kepercayaan oleh para pengemudi ojek online, untuk melakukan langkah hukum tersebut.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya