Keluarga Korban Pencabulan Protes Pelaku Cuma Dicambuk

Ilustrasi Eksekusi Hukuman Cambuk di Aceh
Sumber :
  • REUTERS/Beawiharta

VIVA – Keluarga korban pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur memprotes bahwa pelaku cuma akan dikenai qanun jinayat dengan ancaman hukuman cambuk.

Pelaku Pencabulan Ditangkap Polres Serang, Korban Dicekoki Miras

Ibu korban, YW, menyayangkan sikap aparat penegak hukum yang memberikan hukuman cambuk kepada pelaku pelecehan seksual. Sebab dinilai terlalu ringan.

“Seharusnya polisi menggali dulu. Ini langsung vonis dengan hukum jinayat. Makanya kita tidak terima arahan hukumnya ke sana,” kata YW kepada wartawan di Banda Aceh pada Kamis, 25 Januari 2018.

Diduga Cabuli Anaknya Sendiri, Polisi Periksa Petugas Damkar Jaktim

Harusnya, kata YW, pelaku dikenai hukum pidana anak dengan aturan Undang-Undang tentang Perlindungan Anak. Soalnya pelaku telah mengakui perbuatannya dengan berbagai alat bukti.

YW menceritakan, anaknya yang berumur lima tahun awalnya diajak pelaku berinisial AS (75 tahun) untuk masuk ke rumah pelaku di Kecamatan Babahrot, Kabupaten Aceh Barat Daya, Aceh. Setelah itu ia memperdayai korban hingga korban mengalami rasa sakit pada kemaluannya.

Respons Damkar Jakarta Soal Viral Petugasnya Diduga Cabuli Anak Kandung Sendiri

Kemudian ibu korban curiga dengan anaknya yang merasa nyeri pada kemaluannya saat ingin buang air kecil. “Ketika saya tanya, barulah dia bilang semua, bahwa kakek itu telah melakukan perbuatan yang tidak terpuji kepadanya,” ujarnya.

Keluarga langsung melaporkan ke Polres setempat. Keluarga korban merasa kecewa karena pelaku langsung disangkakan dengan qanun jinayat. “Ini tidak relevan jika dicambuk, apalagi ini berhubungan dengan anak di bawah umur,” katanya.

Komisioner Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak (KPPA) Aceh, Firduas Nyak Idin, menyebutkan bahwa jika pelaku hanya dihukum cambuk, trauma korban akan sulit hilang. Soalnya pelaku masih bisa berkeliaran usai dicambuk.

Namun, kata Firdaus, hal itu berbeda bila pelaku dijerat dengan Undang-Undang Perlindungan Anak dan sistem peradilan pidana anak, korban dan pelaku akan terpisah dengan waktu yang cukup lama karena pelaku dipenjara. Perlu juga rehabilitasi korban yang intensif agar si anak pulih.

“Kalau dengan qanun jinayat, pelaku masih bisa berutinitas. Nah, ini tidak baik dengan tumbuh kembang anak. Bukan tidak mungkin kasus ini terulang kembali, jika pelaku dikembalikan ke masyarakat usai dicambuk,” kata Firdaus kepada VIVA.

KPPA akan menyurati instansi terkait agar kasus itu diajukan ke pengadilan dengan Undang-Undang Perlindungan Anak. “Kalau qanun jinayat dipakai dalam kasus yang lain saja, yang tidak ada persoalan kekerasan terhadap anak,” katanya. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya