- VIVA/Andri Mardiansyah
VIVA – Akses jalan utama yang menghubungkan Bandara Minangkabau dengan Pelabuhan Teluk Bayur di Padang, Sumatra Barat, sore tadi sudah kembali pulih. Jalur itu sempat lumpuh selama tiga jam akibat aksi unjuk rasa warga setempat yang memblokade dan membakar ban bekas di tengah jalan.
Bahkan ribuan warga yang tergabung dalam Forum Nagari Tigo Sandiang itu tidak menghalangi dan melawan aparat Kepolisian yang berusaha memadamkan api memggunakan kendaraan water cannon.
Kepolisian dan Wali Kota Padang sudah memediasi perwakilan massa pengunjuk rasa. Hasil kesepakatan bahwa massa akan dipertemukan dengan Badan Pertanahan Nasional untuk dicarikan solusi konkret.
"Massa aksi yang masih berada di lokasi pemblokiran diminta untuk membubarkan diri. Kita akan mengadakan pertemuan dengan BPN dalam waktu dekat agar persoalan ini dapat segera diselesaikan," kata Kepala Polresta Padang, Komisaris Besar Polisi Chairul Azis, pada Jumat sore, 26 Januari 2018.
Chairul juga meminta warga agar menahan diri dan tidak lagi melakukan aksi serupa. Soalnya jika terus melakukan pemblokiran di ruas utama jalan By Pass, akan berdampak buruk pada perekonomian Sumatra Barat. Ruas jalan By Pass itu, selain merupakan jalan utama yang dilewati warga setempat, juga jalur utama angkutan logistik dan bahan bakar minyak.
Setelah menenangkan massa aksi, Chairul memerintahkan personelnya untuk segera memadamkan kobaran api dengan kendaraan water cannon. Polisi juga membersihkan material ban-ban bekas sehabis dibakar agar jalan itu bisa dilintasi lagi.
Sengketa Lahan
Pada Rabu malam, 13 Desember 2017, massa aksi juga melakukan pemblokiran di ruas jalan utama By Pass. Aksi itu dipicu persoalan sengketa lahan antara warga yang tinggal di empat kecamatan dengan ahli waris kaum Maboet tak kunjung selesai.
Lehar sebagai ahli waris kaum Maboet mengklaim berhak atas status tanah seluas 765 hektare di enam kelurahan di empat kecamatan itu. Ada juga dua warga yang ditahan polisi karena diduga merusak fasilitas milik Lehar.
Pengadilan Negeri Padang sebelumnya telah memutuskan mengakui tanah atas milik kaum Maboet seluas 675 hektare dan membentang di enam kelurahan di tiga kecamatan, yakni Kecamatan Kuranji, Pauh, dan Koto Tengah.
Menurut warga, keputusan itu bermasalah. Sebabnya, jika mengacu pada vonis Landraad Nomor 90 Tahun 1931, luas lahan sesungguhnya hanyalah seluas 2,5 hektare dan berada di Tunggul Hitam Kelurahan Dadok, Kota Padang. (ren)