Awal Mula Cerita Polisi Botaki Waria di Aceh

Personel kepolisian di Aceh Utara memeriksa dan menangkap belasan waria di daerah itu dalam operasi Pekat, Sabtu malam (27/1/2018)
Sumber :
  • VIVA/tribratanews

VIVA – Razia yang dilakukan Polres Aceh Utara, terhadap 12 wanita pria pada Sabtu 27 Januari 2018, menuai kontroversi. Tak hanya Indonesia, masyarakat dunia pun membicarakannya.

Kerusuhan Antara Transgender Thailand dan Filipina di Bangkok, Polisi Ambil Tindakan Tegas

Meski sebagian besar masyarakat mendukung langkah tersebut, ada juga masyarakat yang mengecam razia itu karena dianggap melanggar Hak Asasi Manusia.

Sebenarnya apa yang terjadi dalam razia itu dan bagaimana cerita lengkapnya?

Gara-gara Nonton Film Siksa Neraka, Waria Ini Tobat hingga Berpenampilan Pria Pakai Sarung dan Peci

Menurut Kepala Polres Aceh Utara, AKBP Untung Sangaji, kepolisian tidak ingin menindak keberadaan para waria. Sebab di sana sudah ada polisi Wilayatul Hisbah (WH), sebagai penindak, sesuai dengan qanun (peraturan daerah) yang berlaku di Aceh.

Namun dari waktu ke waktu, kepolisian banyak mendapatkan pengaduan dari masyarakat tentang keberadaan waria yang kian hari jumlahnya semakin banyak saja. Akhirnya, Untung memutuskan berkoordinasi dengan ulama setempat dan meminta izin, untuk mengambil langkah dan upaya agar keberadaan waria tidak sampai meresahkan masyarakat.

Cemas Nonton Film Siksa Neraka, Waria Ini Ketakutan Hingga Janji Mau Taubat

Sebab, menurut Untung, keberadaan qanun tak lagi dilihat dan dihargai kelompok waria. Selain itu, kepolisian harus mengambil langkah cepat agar tak terjadi aksi massa dari kelompok masyarakat yang ingin bergerak sendiri menertibkan waria.

"Kalau sendiri-sendiri kan bahaya. Karena rencana mereka akan bakar, bunuh atau bumi hanguskan kelompok ini (waria). Kan kasihan," kata Untung ketika dihubungi, Kamis, 1 Februari 2018.

Jajaran kepolisian, Satpol PP, dan WH Aceh Utara, akhirnya menggelar razia di sejumlah salon kecantikan di Kecamatan Lhoksukon dan Tanah Jambo Aye. Operasi tersebut dilakukan mulai pukul 21.00 WIB hingga 24.00 WIB.

"Kita lakukan penertiban tepat di jam Waspada I dan terlarang untuk mereka lakukan (kegiatan). Salon-salon begitu kan enggak boleh sampai malam ya. Ya sudah, kami ambil tindakan, kami bina mereka," katanya.

Petugas kemudian mengubah penampilan belasan waria yang diamankan. Rambut waria yang gondrong dipangkas pendek agar lebih rapi. Gaun mereka juga diganti dengan baju kaus dan kemeja laki-laki.

Dalam tahapan pembinaan ini juga melibatkan ulama untuk mengisi tausiah atau siraman rohani. Untung mengklaim, para waria ini kembali ke fitrahnya menjadi laki-laki sejati setelah dibina.

Perwira menengah yang namanya mencuat saat tragedi bom Thamrin ini pun menambahkan, usai dilakukan pembinaan belasan waria ini dipulangkan. Hal ini dilakukan setelah polisi tidak menemukan adanya unsur pidana dari mereka. Dari laporan masyarakat sebelumnya, diduga ada praktik prostitusi terselubung dan penyalahgunaan narkotika.

"Artinya ngapain kita tahan lama-lama. Saya anggap cukup. Akhirnya ya sudah, mereka bikin pernyataan, dan pulang," ujar dia.

Meski begitu, Untung tetap ingin menghapus populasi waria di wilayahnya atas dasar untuk mengayomi dan melindungi warga Aceh Utara. Dia tidak ingin populasi waria di wilayah tugasnya berkembang seperti di kota lain di Aceh.

"Di sana bahkan sudah punya klub, punya kelompok, punya tempat tertutup. Lama kelamaan kayak apa. Saya enggak campuri itu, tapi saya enggak mau di Aceh Utara yang jadi tanggung jawab saya ini meniru tempat lain," ucap Untung.

Atas kejadian ini, ia pun memaklumi banyak pihak yang mengecam dan menentang tindakannya tersebut. Namun dia sadar terhadap segala risiko yang akan diterima. Yang penting dia berusaha mengayomi warganya.

Untung juga mengaku telah diperiksa Propam Polri terkait operasinya tersebut. Hanya saja ia tak menyebut hasil penyelidikan internal itu.

Ia pun dengan berbesar hati meminta maaf jika tindakan dirinya tersebut menyakiti beberapa pihak. Dengan yakin, ia pun hanya ingin Kota Aceh yang mendapati julukan Serambi Mekah tak mendapati citra buruk.

"Cuma saya pikir ini kan barometer Islamnya Indonesia, Aceh ini kan Serambi Mekah. Kalau ini tidak bisa kita benahi, anggaplah nanti menjadi besar persoalannya, yang malu siapa. Tapi sudahlah, saya sudah melakukannya. Kalau dianggap salah ya saya minta maaf," ujar dia.

Ke depan, Untung meminta masyarakat tak lagi memojokan mantan waria yang telah dibina itu. Rencananya, pihaknya akan rutin menyambangi para mantan waria itu dan mengajak salat Jumat bersama.

"Selama ini kan mereka takut. Mereka terkungkung dan terikat dengan perasaan mereka sendiri sebagai seorang waria," katanya.

Baca Juga: 

Tips Penting, Jangan Cari Duit di Youtube

Foto Gerhana Bulan di Berbagai Belahan Dunia

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya