UU MD3, Bukti Indonesia Negara Fobia

Ilustrasi Paripurna DPR
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

VIVA – Pengesahan revisi Undang Undang MD3 (MPR, DPR, DPD dan DPRD) menuai kritik. Pasal-pasal yang baru disahkan itu dinilai dapat membunuh kebebasan berekspresi.

DPR Sahkan Revisi UU MD3 Soal Penambahan Pimpinan MPR

"Ada beberapa pasal yang disahkan, efeknya menjadikan kita sebagai negara fobia, negara yang dipenjara oleh ketakutan. Ketakutan itu musuh akal sehat," kata Direktur Riset dan Data Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi, Wiwin Suwandi dalam keterangan tertulisnya kepada VIVA, Selasa, 13 Februari 2018.

Wiwin menyoal revisi beberapa pasal UU MD3, khusus pasal 122 huruf K yang isinya memberi kewenangan kepada MKD untuk melakukan langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.

Sepakat Revisi UU MD3, Dua Fraksi Ini Beri Catatan

"Itu cacat konstitusional, sebab fungsi MKD dalam UU MD3, pasal 119 sampai pasal 149 (30 pasal) adalah menjaga serta menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat DPR," kata Wiwin.

Ia menyebutkan, tafsir dari pasal tersebut adalah fungsi MKD mengikat ke dalam institusi DPR. Artinya, kata Wiwin, yang terikat adalah anggota-anggota DPR, karena anggota DPR adalah representasi dari DPR itu sendiri.

Mengapa DPR Bernafsu Revisi UU MD3 di Akhir Masa Jabatan?

"Tugas MKD menegakkan keluhuran martabat, menegakkan kehormatan, itu artinya MKD memproses pelanggaran etik yang dilakukan anggota DPR. Jadi keliru kalau MKD mau keluar dari kamarnya memidanakan orang atau badan hukum, kelompok orang, yang mengkritik DPR," ujar Wiwin.

Ia menjelaskan, jika DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat, berasal dari daulat rakyat hasil pemilu legislatif, sehingga rakyat punya hak konstitusional mengkritik wakil-wakilnya di DPR.

"Bahkan rakyat Indonesia masih cukup santun dalam mengkritik, tidak sampai memasukkan anggota DPR ke tong sampah seperti di Ukraina," tegasnya.

"Bayangkan, seandainya ada situasi di mana 250 juta rakyat Indonesia dalam waktu bersamaan mengkritik anggota DPR. Maka penjara akan dihuni 250 juta rakyat Indonesia," Wiwin menambahkan.

Selain itu, pengesahan revisi UU MD3 dianggap berbahaya, karena lembaga lain bisa saja mengusulkan hal serupa.

"Bisa jadi lembaga lain seperti MA, MK, Kejaksaan, Kepolisian, juga mau revisi UU dan masukkan pasal pemidanaan kayak begitu. Hanya gara-gara kritik oknum atau lembaga yang memang kerjanya jeblok." (mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya