- Antara/ Reno Esnir
VIVA – Sudah banyak kritik dari masyarakat terkait Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang tengah dibahas antara pemerintah dengan DPR. Terutama terkait pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden, yang dianggap bisa membawa kemunduran dalam berdemokrasi.
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan, Ifdhal Kasim, mengatakan memang saat ini pembahasan tersebut masih dalam proses pending. Mengingat, banyak juga masukan dari publik.
"Jadi dia masih berstatus pending isu yang akan dibahas di dalam tim pemerintah, tim ahlinya dan sebagainya. Nah artinya apa, masukan-masukan dari masyarakat masih mungkin dalam pembahasan untuk penyempurnaan RUU ini ke depan," kata Ifdhal, di kantor KSP, Bina Graha, Jakarta, Kamis, 15 Februari 2018.
Di tingkat internal, pemerintah akan membahas lagi materi-materi RKUHP tersebut. Maka dalam pembahasan itu, mantan Ketua Komnas HAM tersebut mengakui bisa saja karena desakan masyarakat yang begitu luas yang menolak pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden tersebut, berubah.
"Jadi menurut saya, kemungkinan untuk berubah dalam arti apakah unsurnya, apakah ancaman pidananya, masih sangat mungkin (diubah)," kata Ifdhal.
Yang dipersoalkan dalam RKUHP adalah pada Pasal 263 ayat (1). Menurut pasal itu, setiap orang yang di muka umum menghina Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan hukuman penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV. (ren)