Istana Sebut Pasal Penghinaan Presiden Bisa Berubah

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan, Ifdhal Kasim, (kanan).
Sumber :
  • Antara/ Reno Esnir

VIVA – Sudah banyak kritik dari masyarakat terkait Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang tengah dibahas antara pemerintah dengan DPR. Terutama terkait pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden, yang dianggap bisa membawa kemunduran dalam berdemokrasi.

Suami Paksa Istri Hubungan Intim Kena Pidana, Apa Itu Marital Rape?

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan, Ifdhal Kasim, mengatakan memang saat ini pembahasan tersebut masih dalam proses pending. Mengingat, banyak juga masukan dari publik.

"Jadi dia masih berstatus pending isu yang akan dibahas di dalam tim pemerintah, tim ahlinya dan sebagainya. Nah artinya apa, masukan-masukan dari masyarakat masih mungkin dalam pembahasan untuk penyempurnaan RUU ini ke depan," kata Ifdhal, di kantor KSP, Bina Graha, Jakarta, Kamis, 15 Februari 2018.

RUU KUHP: Memaksa Istri Berhubungan Badan, Suami Bisa Dibui 12 Tahun

Di tingkat internal, pemerintah akan membahas lagi materi-materi RKUHP tersebut. Maka dalam pembahasan itu, mantan Ketua Komnas HAM tersebut mengakui bisa saja karena desakan masyarakat yang begitu luas yang menolak pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden tersebut, berubah.

"Jadi menurut saya, kemungkinan untuk berubah dalam arti apakah unsurnya, apakah ancaman pidananya, masih sangat mungkin (diubah)," kata Ifdhal.

Wamenkumham Klaim Revisi KUHP untuk Atasi Over Kapasitas Lapas

Yang dipersoalkan dalam RKUHP adalah pada Pasal 263 ayat (1). Menurut pasal itu, setiap orang yang di muka umum menghina Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan hukuman penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV. (ren)

Ilustrasi gambar penulis, saat telah selesai menggelar diskusi tentang pengesahan RKUHP di daerah alun-alun kota Bandung (foto: penulis)

RKUHP Sah: Mimpi Buruk serta Ancaman Demokrasi di Indonesia

Pembaca akan mendapatkan pemahaman pentingnya membaca demokrasi yang sedang mengalami turbolensi serta Indonesia.

img_title
VIVA.co.id
9 Desember 2022