NU-Muhammadiyah Bertemu, Bahas Tiga Hal Ini

Ketua Umum Nahdlatul Ulama, Said Aqil Siroj.
Sumber :
  • Lynda Hasibuan

VIVA – Pengurus Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah mengadakan silaturahmi di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Jumat, 23 Maret 2018. Pada pertemuan tersebut, dua organisasi Islam ini membahas sejumlah persoalan mengenai bangsa Indonesia saat ini.

Ramadhan, Sekum Muhammadiyah: Hubungan Sesama Selama Pemilu 2024 Sempat Rusak, Harus Diperbaiki

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Said Aqil Siroj mengemukakan, ada tiga hal yang menjadi tujuan pertemuan itu. Pertama, untuk terus menyerukan saling tolong menolong lewat sedekah dan derma. Kedua, menegakkan kebaikan. Ketiga untuk mengupayakan rekonsilisasi atau perdamaian kemanusiaan. 

Said mengatakan, pihaknya bersama Muhammadiyah juga menyerukan pemerintah supaya bersungguh-sungguh dalam mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran. Tidak hanya itu, kedua organisasi mendesak pemerintah melakukan upaya-upaya yang terukur. Hal itu agar kesenjangan ekonomi dan sosial segera teratasi dengan baik.

Tolak Usul Muhammadiyah, MUI Jelaskan Pentingnya Sidang Isbat

"Kami juga mengimbau kepada seluruh warga NU dan Muhammadiyah agar bersama-sama membangun iklim yang kondusif, suasana yang kondusif dalam kehidupan kemasyarakatan dan keberagamaan di tengah era sosial media yang membutuhkan kehatian-hatian yang lebih," kata Said Aqil, usai pertemuan.

Menurut Said, imbauan ini penting. Hal itu mengingat banyak bertebaran pelbagai macam informasi hoax, ujaran kebencian dan fitnah yang berpotensi mengganggu keutuhan bangsa dewasa ini. 

Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menambahkan, memasuki tahun 2018, di mana Indonesia memasuki tahun politik, Muhammadiyah dan NU menyerukan masyarakat agar menjaga keutuhan, tidak saling serang meski berbeda pilihan.

Makian Gara-gara Perbedaan Hilal Berujung Bui, Sesal Kemudian

Ketua Umum Muhammadiyah, Haedar Nashir.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir

Manurut Haedar, perbedaan seharusnya dijadikan sebagai rahmat yang menopang harmoni beranekaragam. Sebab, demokrasi tak sekadar membutuhkan kerelaan hati, terima adanya perbedaan pendapat dan perbedaan pikiran, tapi demokrasi juga membutuhkan kesabaran, ketelitian, dan cinta kasih antar sesama.

"Hendaknya dalam demokrasi perbedaan jangan sampai menjadi sumber perpecahan," kata Haedar. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya