KPK Heran Taipan Tanah Tak Masuk 10 Pembayar Pajak Tertinggi

Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

VIVA – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode M. Syarif, mengaku kaget dengan daftar pembayar pajak tertinggi perorangan yang baru dirilis Direktorat Jenderal Pajak baru-baru ini.

Temuan Awal KPK: TPPU Gubernur Malut Abdul Gani Kasuba Capai Rp 100 Miliar

Menurut Laode, masih ada orang kaya berikut asetnya tak disentuh oleh Ditjen Pajak untuk menagih kewajibannya, lantaran belum kuatnya aturan.

Orang kaya yang dimaksud Laode ialah pengusaha yang menguasai lahan hingga 2 juta hektare, namun tidak terdaftar sebagai pembayar pajak tertinggi.

Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba Resmi Jadi Tersangka TPPU

"Saya terus terang agak kaget ketika beberapa minggu lalu kita melihat top 10 pembayar pajak terbesar di Indonesia. Yang saya tahu yang memiliki lahan 2-3 juta hektare tidak masuk, mungkin atas nama siapa perusahaan itu," kata Laode saat menghadiri diskusi di kawasan Jakarta Pusat, Selasa, 27 Maret 2018.

Menurut Laode, dengan berlakunya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 13 Tahun 2018 tentang Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat atas Korporasi, bisa menggali potensi pajak lebih tinggi.

Istri Fredy Pratama Bakal Dimiskinkan Kepolisian Thailand

Pemilik manfaat atas korporasi atau yang disebut 'beneficial owner', dinilai Laode, kerap menyembunyikan identitasnya untuk menghindari pajak. Padahal, dalam operasional suatu perusahaan, mereka-mereka lah yang paling menikmati untung besar.

Dalam pelbagai kasus, jika korporasi ditindak telah melakukan suatu pidana, pemilik manfaat ini bisa dijerat dengan Tindak Pidana Pencuian Uang Korporasi.

"Kadang tidak ada orangnya, tidak ada namanya orang-orang itu. Dia sangat kuat (di perusahaan), jadi kayak bisa mengendalikan pakai remote control," ujar Laode.

Laode menambahkan, manfaat dibuatnya aturan untuk 'beneficial owner' tak lain agar mengedepankan transparansi suatu perusahaan. Selain itu, bagi penegakan hukum, dapat membantu melacak aset para koruptor yang disembunyikan melalui perusahaan.

"Kasus Nazaruddin (contohnya). Setidaknya ada 38 perusahaan untuk mencuci hasil korupsinya. Sudah dikeroyok KPK, Kejaksaan, Kepolisian, masing-masing ada. Yang sudah dirampas itu ada pabrik, perkebunan, tanah dan bangunan," kata dia.

Sebelumnya, Dirjen Pajak Kementerian Keuangan memberikan penghargaan terhadap 31 wajib pajak karena telah memberikan kontribusi besar dalam pencapaian target penerimaan di Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar di tahun 2017.

Dari 31 wajib pajak itu yang terdiri dari badan usaha dan perorangan, negara mendapatkan uang sebesar Rp361,84 triliun.

Dari wajib pajak pribadi atau perorangan terdapat 8 pengusaha nasional, yakni Arifin Panigoro, Anthoni Salim, Chairul Tanjung, Erick Thohir, Edwin Soeryadjaya, James Tjahaja Riady, Raden Eddy Kusnadi Sariaatmadja, Sofjan Wanandi.

Sedangkan wajib pajak badan atau perusahaan ialah sebanyak 23 di antaranya; PT. Adaro Indonesia, PT. Adira Dinamika Multi Finance Tbk, PT. Astra Daihatsu Motor, PT. Bio Farma, PT. Bukit Asam Tbk, PT. Bank Mandiri Tbk, PT. Bank BNI Tbk, PT Bank BRI Tbk, PT. Bank Central Asia Tbk, PT. Chandra Asri Petrochemical Tbk, PT. Honda Prospect Motor, PT. Kaltim Prima Coal, PT. Kideco Jaya Agung, PT. Pertamina, PT. Pupuk Indonesia, PT. PLN,  PT. Pama Persada Nusantara, PT. Pegadaian, PT. Semen Indonesia Tbk, PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel), PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia, PT. Unilever Indonesia Tbk, PT Wijaya Karya Tbk. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya