Novanto Divonis 15 Tahun, Kuasa Hukum Akan Banding

Setya Novanto Jalani Sidang Putusan
Sumber :
  • VIVA/Ikhwan Yanuar

VIVA – Tim penasihat hukum Setya Novanto, terdakwa perkara korupsi proyek e-KTP, menyatakan kesiapan untuk mengajukan banding, terkait putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.

Setya Novanto Acungkan 2 Jari Saat Nyoblos di Lapas Sukamiskin

Novanto divonis 15 tahun penjara, karena terbukti secara sah dan meyakinkan menerima hasil korupsi e-KTP, serta terbukti menguntungkan orang lain dan korporasi. 

Penasihat hukum Setya Novanto, Maqdir Ismail mengatakan, banding akan diajukan timnya ke Pengadilan Tinggi DKI, setelah berkoordinasi engan keluarga bekas ketua umum Partai Golkar itu.

Polisi Didesak Segera Usut Pernyataan Agus Rahardjo Soal Jokowi Stop Kasus e-KTP

"Kami akan banding, nanti akan kami sampaikan setelah diskusi dan bicara dengan keluarga," kata Maqdir seusai persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa 24 April 2018.

Maqdir menilai, majelis hakim tak mempertimbangkan fakta-fakta yang muncul selama proses persidangan. Hal ini, lantaran amar putusan yang dibacakan majelis hakim terhadap kliennya tidak jauh berbeda dengan dakwaan dan tuntutan yang disusun Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi.

Respon Jokowi Usai Mantan Ketua KPK Agus Rahardjo Dilaporkan ke Bareskrim Polri

"Saya kira, itu yang harus kami lihat baik dan perhatikan, apa yang disebut fakta-fakta tadi lebih banyak mengulangi uraian dari dakwaan meskipun mereka lebih ringkas," kata Maqdir.

Salah satu pertimbangan pihaknya mengajukan banding, menurut dia, lantaran hakim tak membeberkan secara rinci mengenai kerugian negara terkait proyek e-KTP yang disebut merugikan keuangan negara hingga Rp2,3 triliun.

"Cukup banyak hal yang menjadi alasan kalau kami jadi banding. Pertimbangan, salah satu contoh, sama sekali tidak disinggung oleh putusan tadi bagaimana tadi cara menghitung kerugian negara," kata Maqdir.

Selain itu, Maqdir menyatakan, Novanto dipandang telah dihukum atas pekerjaan atau perbuatan yang dilakukan oleh pihak lain. Dia mencontohkan, terdapat pekerjaan yang tidak diselesaikan oleh Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) atau pekerjaan PT Sucofindo yang tidak sesuai spesifikasi. 

Menurut Maqdir, Novanto seharusnya tak dihukum atas wanprestasi yang dilakukan PNRI atau Sucofindo itu. "Kan tidak bisa dan tidak mungkin pak Novanto dalam persoalan itu dan Pak Novanto dihukum persoalan itu," ujarnya.

Dia menambahkan, "Saya kira ini harus cermati betul cara menjatuhkan dan memberikan hukuman seseorang atas perbuataan orang lain. Ini akan menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum ke depan."

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya