Gelang Kode Dicurigai untuk Kesan Buruk #2019GantiPresiden

Massa mengenakan kaus 2019GantiPresiden.
Sumber :
  • VIVA/Fajar GM

VIVA – Pemerhati dunia intelijen, Fauka Noor Farid, menyebut ramai isu gelang kode dalam peristiwa dugaan intimidasi seorang wanita bernama Susi Ferawati dalam kegiatan hari bebas kendaraan bermotor atau car free day bisa saja benar.

PPKM Level 2, Semarang Buka Opsi Bioskop dan CFD Kembali Dibuka

Dia mengamati itu, berdasarkan analisis intelijen, seperti operasi atau gerakan diam-diam menghancurkan sesuatu harus dari dalam. Dalam kasus dugaan intimidasi Susi oleh kelompok berkaus #2019GantiPresiden, katanya, cara persekusi atau intimidasi adalah hal yang mungkin. Sebab jika dengan cara penganiayaan, akan berhadapan dengan hukum.

"Contohnya kemarin itu kejadiannya, ya, itu intimidasi, persekusi; itu sangat mungkin digunakan untuk merusak citra dari dalam. Dari kacamata intelijen itulah yang paling mungkin digunakan,” kata Fauka ketika dihubungi pada Kamis, 3 Mei 2018.

Penularan Corona Tinggi, Car Free Day Bekasi Ditiadakan Lagi

Ia menduga, jika memang gelang kode itu benar, sasaran yang diincar adalah untuk mendiskreditkan kelompok massa #2019GantiPresiden. "Ini untuk menciptakan kesan buruk gerakan ini; menjadi seolah-olah orang yang anarki," ujarnya.

Menurutnya, operasi semacam itu dapat dimengerti karena gerakan #2019GantiPresiden dianggap sudah cukup masif. Maka satu-satunya cara adalah menggembosinya dengan menyusupkan orang ke dalam massa gerakan #2019GantiPresiden.

Car Free Day di Bekasi Ditiadakan

Bahkan, ia pun melihat wanita yang menjadi korban dugaan persekusi, Susi Ferawati, sebenarnya bukan sosok yang asing. Beberapa kali sosok Susi tampil saat mendukung Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, gubernur DKI Jakarta kala itu.

Keberanian Polisi

Fauka meyakini dalam kasus dugaan intimidasi itu belum melibatkan Kepolisian. Sebab, bentuk tindakan persekusi belum tentu masuk ke ranah pidana.

Ia pun menanti keberanian polisi untuk mengusut kasus itu. Sebab, jika mengusut kasus ini, orang-orang dari kelompok Susi akan bisa dijerat hukum. Jika tidak, masyarakat akan berpikiran bahwa aksi intimidasi adalah drama yang dibuat oleh sekelompok orang tertentu.

"Sekarang bola ada di Polisi. Kuncinya di polisi mau (atau) enggak proses itu. Kalau memang fair, ya, jalankan sesuai prosedur. Kalau sampai di situ saja dan tidak menindaklanjuti laporan, berarti kan ketahuan (tidak berani),” katanya.

Dalam perspektif intelijen, menyusupkan seseorang dalam kelompok yang kontra adalah hal lazim. Berbagai bentuk untuk menandakan kelompok yang sama bisa saja memakai kaus atau pita. Namun dalam kasus di car free day, ia menilai pemakaian gelang agar tak terlihat mencolok.

“Kalau emang cirinya sama, sangat mungkin itu adalah kelompok yang sama. Kalau sudah begitu, sudah sangat mungkin itu terorganisir dan bukan sesuatu yang tiba-tiba," ujarnya.

Bebas politik dan SARA

Polisi berkoordinasi dengan pemerintah daerah, tidak hanya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tapi seluruh Indonesia, untuk memastikan kegiatan semacam car free day tak dimanfaatkan untuk kegiatan politik praktis.

“Kita berharap (kegiatan) hari bebas kendaraan bermotor betul-betul dimanfaatkan di seluruh masyarakat untuk digunakan berkumpul, berolahraga, seni, budaya, sesuai dengan aturan; bebas dari politik dan SARA," kata Kepala Divisi Humas Polri, Inspektur Jenderal Polisi Setyo Wasisto, di kampus Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Jakarta, pada Kamis malam.

Aturan mengenai car free day, kata Setyo, hanya ada di Pemda DKI Jakarta. Dalam aturan itu, kegiatan car free day melarang kegiatan politik praktis dan segala yang bercorak sentimen suku, agama, ras dan antargolongan atau SARA.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya