Pemerintah Ajak Eks Aktivis HTI Bangun Bangsa

Sekretaris Kabinet Pramono Anung
Sumber :
  • VIVA.co.id/Agus Rahmat

VIVA – Pemerintah menilai para mantan anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) lebih baik kembali beraktivitas seperti biasa. Pernyataan itu disampaikan setelah Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menolak gugatan eks-Hizbut Tahrir Indonesia (HTI),

Guru Besar UMJ Ingatkan Gerakan Pro-Khilafah Masih Eksis di RI dengan Modus Baru

Pemerintah beralasan karena putusan PTUN memperkuat keputusan pemerintah membubarkan HTI, maka para mantan aktivisnya lebih baik berorganisasi seperti biasa dan tidak di HTI lagi. Bahkan, jika memang para mantan eks-HTI ini berpartai, tidak menjadi masalah.

"Bergabung dengan partai siapa saja monggo, bergabung dengan ormas keagamaan juga monggo," kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung, di Istana Bogor, Senin, 7 Mei 2018.

Menag Yaqut Buka Suara Soal HTI Diduga Gelar Kegiatan di TMII

Banyak pihak menyebut, para aktivis eks-HTI akan bergabung ke Partai Bulan Bintang (PBB) yang dipimpin Yusril Ihza Mahendra. Yusril juga merupakan kuasa hukum dari HTI dalam menggugat keputusan pemerintah.

Dua kali gugatan HTI ditolak. Sebelumnya majelis hakim MK juga menolak gugatan terkait Perppu Nomor 2 tahun 2017 yang dijadikan alasan organisasi itu dibubarkan oleh pemerintah. Dengan keputusan PTUN ini, Pramono mengatakan pihaknya mengajak mantan HTI untuk bersama-sama membangun bangsa.

HTI Diduga Gelar Kegiatan di TMII, Polisi Akan Periksa Panitia Penyelenggara Acara

"Yang penting sebagai elemen bangsa mereka bersama-sama untuk membangun bangsa ini. Jadi itu yang menjadi harapan kami," kata Pramono.

Massa HTI padati area PTUN Jakarta

Massa HTI padati Pengadilan Tata Usaha Negara, Jakarta.

Sebelumnya, dalam putusannya majelis hakim PTUN Jakarta, menolak gugatan HTI terhadap surat keputusan Menteri Hukum dan HAM nomor AHU -30.AHA.01.08.2017 tentang Pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan HAM nomor AHU-00282.60.10.2014 tentang Pengesahan Pendirian Perkumpulan HTI.

"Menimbang bahwa penggugat sudah terbukti ingin mendirikan negara Khilafah Islamiyah di NKRI, tanpa ikut pemilu dan hal tersebut sudah dalam bentuk aksi, bukan hanya konsep atau pemikiran," kata Ketua Majelis Hakim Tri Cahya, saat membacakan amar putusannya yang didampingi oleh Hakim Anggota Nelvy Christin dan Roni Erry Saputro.

Dalam hal ini, HTI juga terbukti merancang Undang Undang Dasar (UUD) yang berkonsep Khilafah Islamiyah apabila pemikiran tersebut dapat terwujud di dunia.

"Menimbang bahwa Majelis Hakim yakin bahwa HTI menyusun rancangan UUD dan bagi Hizbut penyusunan tersebut adalah gambaran bila saat nanti Khilafah Islamiyah sedunia ditegakkan," kata Hakim Tri.

Dengan adanya hal tersebut, maka HTI secara langsung terbukti telah bertentangan dengan ideologi Indonesia, yakni Pancasila, khususnya pada sila ketiga, dalam putusan tingkat pertama ini.

Hal ini sejalan dengan keputusan Pemerintah Indonesia membubarkan HTI dengan mencabut status badan hukumnya dengan alasan bahwa kelompok tersebut telah melenceng dari landasan pemikiran Pancasila.

"Maka dengan itu, tindakan penggugat sudah bertentangan dengan UU berlaku pada Pasal 59 ayat 4 huruf C Perppu Ormas karena terbukti paham diperjuangkan penggugat bertentangan dengan Pancasila," kata Hakim Tri.

Salah satu bukti yang dipertimbangkan hakim ialah buku 'Struktur Negara Khilafah' yang diterbitkan HTI pada tahun 2005. Majelis menganggap bukti-bukti di persidangan sangat mendukung HTI yang ingin mendirikan negara khilafah yang tak sesuai asas demokrasi Pancasila.

"Menimbang bahwa buku 'Stuktur Negara Khilafah' yang diterbitkan HTI 2005, penggugat memandang demokrasi adalah sistem kufur, karena menjadikan kewenangan ada di tangan manusia bukan pada Allah. Dengan demikian, penggugat tidak menghendaki adanya pemilu," ucapnya. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya