Kementerian Kominfo Blokir 2528 Konten Provokatif Terorisme

Menkominfo Rudiantara.
Sumber :
  • VIVA/Novina Putri Bestari

VIVA – Kementerian Komunikasi dan Informatika hingga Minggu malam 20 Mei 2018 telah memblokir tak kurang dari 2528 situs dan akun-akun media sosial yang berisi tindakan radikal dan terorisme. Sedangkan sekitar 9000 lainnya saat ini masih dalam proses verifikasi.

Kemenkominfo Gelar Talkshow “Rekam Jejak Digital di Ranah Pendidikan”

“Saya memperkirakan hingga siang ini ada tambahan sekitar 3000 situs atau akun-akun di media sosial yang berisi radikalisme, terorisme yang telah diblokir oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo),” kata Menteri Komunikasi dan Informasi Rudiantara di Yogyakarta, Senin 21 Mei 2018.

Menurutnya, dari jumlah ribuan situs dan akun-akun media sosial yang diblokir, sebagian besar adalah akun-akun dari Facebook dan Instagram dan menyusul YouTube. Dalam unggahan di media sosial dan situs-situs  yang diblokir yang paling banyak adalah ajakan yang sifatnya provokatif untuk melakukan penyerangan hingga cara untuk membuat bom.

Menyelami Dampak Negatif FOMO pada Pengguna Media Sosial

“Hampir setengahnya penyebaran informasi terkait dengan radikalisme itu berasal dari akun-akun yang ada di Facebook dan Instagram,”ujarnya.

Kemenkominfo kata Rudi hanya bisa melakukan tindakan penertiban di dunia maya seperti pemblokiran. Sedangkan untuk tindakan di dunia nyata maka diserahkan kepada aparat Kepolisian.

Viral Motor Matik Diisi Minyak Kayu Putih Campur Bensin, Ini Kata Pakar

“Ya polisi untuk langkah selanjutnya. Kita sifatnya menyiapkan data yang dibutuhkan oleh Polri,” tuturnya.

Terkait dengan langkah atau antisipasi agar unggahan yang berisi tentang radikalisme dan terorisme dapat ditekan, Rudiantara mengatakan pihaknya baru melakukan kunjungan ke Jerman yang telah memiliki UU untuk menindak platform media sosial seperti Facebook, Instagram atau lainnya jika melakukan pembiaran isi atau konten terkait radikalisme dan terorisme di platform mereka.

“Nah saat ini kalau pelakunya bisa dijerat dengan UU IITE namun pemilik platform belum bisa dijerat atau didenda. Saat ini kita sedang membuat aturan untuk menjerat platform-platform yang melakukan pembiaran konten yang berisi radikalisme dan terorisme,” ujarnya. (ren)
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya