Aman Bersikeras Ia Disidang karena Menyebar Ajaran Khilafah

Penjagaan polisi di sidang pengadilan terdakwa teroris Aman Abdurrahman.
Sumber :
  • VIVA/Foe Peace

VIVA – Pihak terdakwa perkara bom Thamrin, Aman Abdurrahman langsung mengajukan duplik (jawaban atas replik) dalam sidang lanjutan perkara Aman dengan agenda mendengarkan replik (jawaban atas pleidoi) Aman di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hari ini, Rabu 30 Mei 2018.

Memutus Jejak Darah JAD, Kaki Tangan ISIS di Indonesia

Bukan hanya tim kuasa hukum, Aman pun mengajukan duplik atas replik JPU. Tapi duplik Aman tak terlalu banyak, dia menegaskan tetap pada pembelaannya dalam sidang pekan lalu yang ia bacakan.

"Saya sama dengan pembelaan kemarin. Tapi saya mau menyampaikan bahwa kalau jika ingin mempidanakan kepada saya kaitannya dengan prinsip saya kepada pemerintahan ini saya ajarkan untuk mendukung khilafah silakan," kata Aman dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu 30 Mei 2018.

JAD Didakwa sebagai Korporasi Jaringan Terorisme

Dalam kesempatan itu Aman kembali menegaskan bahwa dirinya tak gentar atas vonis hakim nanti padanya. Meski vonis mati sekali pun Aman tak takut karena ia merasa tak bersalah atas bom Thamrin, juga beberapa aksi teror bom yang dituduhkan JPU padanya.

Sebab, saksi dalam persidangan pun menurutnya telah menyatakan ia tak terlibat. Maka dari itu, ia merasa dirinya dihukum atas dasar ajaran yang ia sebar, lantaran Aman merasa JPU tak bisa membuktikan dia terlibat dengan aksi teror yang dituduhkan.

Eksekusi Mati Gembong Bom Thamrin Bukan di Jakarta

"Tapi kalau pidanakan saya bahwa saya yang mengajarkan kepada mereka untuk bertauhid untuk melepaskan diri sisi demokrasi dan lainnya dan untuk mendukung khilafah, silakan pidanakan sesuai dengan keinginan anda semua," ujar dia lagi.

Aman dituntut hukuman mati oleh JPU. Dia disebut memenuhi seluruh dakwaan yang disusun JPU, yakni dakwaan kesatu primer dan dakwaan kedua primer.

Dakwaan kesatu primer yakni Aman dinilai melanggar Pasal 14 juncto Pasal 6 Perppu Nomor 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sebagaimana dakwaan kesatu primer.

Sementara dakwaan kedua primer, Aman dinilai melanggar Pasal 14 juncto Pasal 7 Perppu Nomor 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Aman dalam perkara tersebut didakwa sebagai sebagai aktor intelektual lima kasus teror, yaitu Bom Gereja Oikumene di Samarinda pada 2016, Bom Thamrin (2016). Selain itu, Aman juga terkait Bom Kampung Melayu (2017) di Jakarta, serta dua penembakan polisi di Medan dan Bima (2017). Dia terancam pidana penjara lebih dari 15 tahun atau hukuman mati.

Dalam tuntutannya JPU menyebut tak ada hal yang meringankan. Alih-alih meringankan Aman disebut malah memiliki sedikitnya enam hal memberatkan.

Selain kasus tersebut, Aman pun pernah divonis bersalah pada kasus Bom Cimanggis pada 2010, Densus 88 menjerat Aman atas tuduhan membiayai pelatihan kelompok teror di Jantho, Aceh Besar, kasus yang menjerat puluhan orang, termasuk Abu Bakar Ba'asyir. Dalam kasus itu Aman divonis sembilan tahun penjara.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya