Kemenag: Setop Pembagian Zakat Pertontonkan Kemiskinan

Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Ditjen Bimas Islam M. Fuad Nasar.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Beno Junianto

VIVA – Setiap bulan Ramadan masih dijumpai pembagian zakat secara langsung, dengan mengumpulkan para penerima zakat. Ribuan warga miskin pun antre dan berdesakan demi mendapatkan dana zakat. Bahkan, sejumlah orang lanjut usia (lansia) dan anak-anak harus siap terhimpit di tengah kerumunan penerima zakat. 

Sekjen Gerindra Sebut Prabowo "The New Sukarno"

Kementerian Agama sebagai instansi pembina dan pengawas perzakatan secara nasional mengimbau, agar kebiasaan membagikan zakat secara massal ditinggalkan oleh masyarakat muslim Indonesia. 

"Kebiasaan pembagian zakat yang mempertontonkan kemiskinan agar dihentikan dan diubah dengan cara menyalurkan zakat melalui Badan Amil Zakat Nasional dan Lembaga Amil Zakat," ujar Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Ditjen Bimas Islam M. Fuad Nasar, di Jakarta, Selasa, 12 Juni 2018. 

Momen Bersejarah, Al Quran Berbahasa Gayo Hadir Memperkuat Identitas dan Budaya Aceh

Dia menambahkan, "Kalau toh karena pertimbangan tertentu seorang pembayar zakat (muzaki) ingin memberikan zakat hartanya langsung kepada fakir miskin di lingkungan sekitarnya, seyogyanya diantar langsung ke tempat mereka. Bukan dengan cara mengumpulkan warga miskin, lalu mereka harus antre dan berdesakan untuk menerima zakat." 

Cara pembagian zakat seperti itu, menurut Fuad, di samping berisiko terjadi kekisruhan, tanpa sengaja telah merendahkan martabat orang miskin. Fuad mengajak agar publik mengambil hikmah dan pelajaran dari peristiwa pembagian zakat oleh seorang dermawan di Pasuruan, Jawa Timur, tahun 2008, yang menelan korban 21 orang meninggal. 

Peringatan Nuzulul Qur'an Tingkat Nasional, Kemenag: Spirit Bawa Indonesia Menjaga Keragaman

“Setiap kelalaian yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain bisa kena sanksi pidana, kendati dilakukan dalam konteks perbuatan kebajikan, seperti pembagian zakat,” ujar mantan anggota dan Wakil Sekretaris Baznas ini.

Baznas dan Laz

Fuad menilai, organisasi pengelola zakat yang dibentuk pemerintah (Baznas) dan organisasi pengelola zakat (Laz) berbadan hukum yang didirikan masyarakat, telah memfasilitasi kemudahan layanan pembayaran zakat, infak dan sedekah. Organisasi ini juga memudahkan mekanisme pendistribusian dan pendayagunaan zakat kepada orang yang berhak menerimanya. 

Dana zakat yang disalurkan Baznas dan Laz, bukan hanya berupa bantuan langsung untuk memenuhi kebutuhan pokok warga miskin, penyediaan berbagai sarana/prasarana keagamaan, bantuan kepada warga korban bencana. Dana zakat itu  juga diberikan dalam bentuk beasiswa pendidikan formal, fasilitas pengobatan, pemberdayaan ekonomi dan kemaslahatan umat, dengan tujuan meningkatkan taraf hidup masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan. 

"Organisasi pengelola zakat telah memiliki indeks pengukur keberhasilan program pendayagunaan zakat yaitu IZN (Indeks Zakat Nasional) yang disusun oleh Baznas dan juga telah dirumuskan Had Kifayah sebagai dasar penentuan kriteria mustahik zakat," ujarnya. 

Menurut Fuad, pembagian zakat secara massal dalam jumlah berapa pun tidak menyelesaikan masalah kemiskinan dan kesenjangan sosial. Sebaliknya, hal itu cenderung menambah orang yang merasa miskin lantaran dipancing dengan adanya pembagian zakat secara massal. 

"Kita tidak seharusnya menyuburkan mental miskin dan menadahkan tangan secara terbuka di tengah masyarakat. Orang miskin seyogyanya dibantu untuk bisa menjaga martabat dan nilai luhur kemanusiaannya sesuai dengan nilai moral yang diajarkan agama. Di sinilah tugas amil zakat untuk menjembatani antara pemberi zakat dan penerima zakat dalam kesetaraan derajat kemanusiaan," ujarnya. 

Dia menambahkan, "Orang yang berzakat dan orang yang menerima zakat tidak mesti bertemu langsung. Pembayar zakat (muzaki) disilakan merekomendasikan daftar nama penerima zakat yang diinginkan kepada organisasi pengelola zakat yang dipilihnya." 

Menurut Fuad, Islam sebagai pandangan hidup kemanusiaan universal menggariskan, sedikitnya dua cara untuk mewujudkan keadilan sosial di bidang ekonomi, yaitu kewajiban membayar zakat bagi yang mampu dan anjuran menafkahkan harta untuk kemaslahatan bersama. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya