78 Ribu Lebih Pendaftar SMA/SMK Jateng Pakai Surat Miskin Palsu

Orangtua dan siswa mengamati pengumuman mengenai PPDB tahun 2017.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan

VIVA – Pendaftar SMA/SMK negeri dengan menggunakan surat keterangan tidak mampu (SKTM) palsu di Jawa Tengah terus bertambah. Dari semula temuan SKTM palsu hanya mencapai ratusan, kini jumlahnya telah mencapai puluhan ribu.

Sosok Menteri yang Mencetus Sistem Zonasi dan Alasan di Balik Penerapannya dalam PPDB

Temuan itu diungkapkan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo saat menginspeksi verifikasi SKTM dalam proses penerimaan peserta didik baru (PPDB) online di kantor Dinas Pendidikan Jateng di Semarang pada Selasa, 10 Juli 2018.

Berdasarkan data Dinas Pendidikan, untuk SMA jumlah daya tampung sebanyak 113.325 dengan jumlah pendaftar 113.092 siswa. Jumlah peminat menggunakan SKTM sebanyak 62.456 dan setelah diverifikasi tinggal 26.507. Itu berarti masih ada kursi yang belum terisi untuk SMA.

Penerapan Zonasi PPDB Sekolah Dinilai Belum Efektif

Sedangkan untuk SMK negeri, jumlah pendaftar memang lebih banyak dibandingkan kuota, yakni 108.460 siswa dengan kuota 98.486. Pengguna SKTM sebanyak 86.436 yang masuk seleksi 44.320 atau dengan presentase sekitar 45 persen.

Ganjar meminta agar seluruh sekolah mulai detik ini terus bekerja keras memverifikasi SKTM dengan mengerahkan langsung para guru. Sebab komplain terhadap masalah SKTM banyak masuk kepadanya.

Ada Apa dengan Zonasi PPDB?

"Sebenarnya teman-teman di daerah sudah banyak yang melakukan verifikasi dan bagus, namun ada juga yang kurang serius. Hari ini full semua saya perintahkan untuk verifikasi,” katanya menegaskan.

Ia pun menemukan data adanya sejumlah sekolah yang menerima siswa dengan menggunakan SKTM dengan jumlah yang janggal. Seperti sekolah yang menerima SKTM mencapai di atas 60 persen bahkan ada yang sampai 90 persen. 

Beberapa kepala sekolah yang janggal tidak memverifikasi SKTM pun mendapatkan teguran Ganjar melalui telpon. Mereka bahkan diminta mundur dari jabatannya jika tidak melakukan verifikasi pendaftar yang memakai SKTM. 

“Saya tegas pada kepala sekolah yang tidak mau melakukan verifikasi. Kalau tidak mau jadi kepala sekolah, ya, berhenti, saya tegas saja,” katanya.

PPDB online dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 14 tahun 2018 yang mewajibkan pemerintah provinsi menerima siswa tidak mampu paling sedikit 20 persen. Namun, aturan itu menuai perdebatan karena tidak ditulis jumlah maksimum kuota pendaftar tidak mampu yang melampirkan SKTM.

PPDB online, Ganjar menjelaskan, menjadi pembelajaran semua pihak. Bagi orang tua agar tidak mendidik anaknya untuk berbohong hanya karena ingin sekolah di sekolah tertentu, termasuk bagi pemerintah untuk profesional dalam memberikan pelayanan yang terbaik.

Gubenur berjanji membereskan karut-marut masalah SKTM paling lambat pada tahun 2019. Ia berencana bertemu langsung Mendikbud untuk mengubah sistem dalam aturan yang memicu persoalan di daerah.

“Mungkin tahun depan yang miskin akan diseleksi dengan jalur tersendiri, dan harus ada syarat minimum prestasi; kalau tidak, ya, lebih baik kita kasih beasiswa saja agar mereka tetap bisa sekolah. Ini masukan ke saya sudah banyak sekali memang yang komplain. Secara sosiologis ini tidak aplikatif karena ada demoralisasi dengan menggunakan SKTM itu,” kata Ganjar.

Mengenai permintaan dari masyarakat tentang diulangnya pelaksanaan PPDB, ia menegaskan tidak mungkin diulang karena sudah dilakukan. Namun ada opsi bahwa pengumuman PPDB yang sedianya dilakukan pada 11 Juli 2018 bisa mundur. "Yang penting verifikasinya kalau sekarang, dan ini jadi evaluasi,” ujarnya.

Menurut Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah, Gatot Bambang Hastowo, upaya verifikasi SKTM dalam PPDB 2018 sebetulnya telah disosialisasikan kepada seluruh SMA/SMK. Dinas sudah mengumpulkan seluruh kepala sekolah di Jawa Tengah pada 6 Juli agar mereka memverifikasi SKTM.

Ia mengklaim, sebagian besar sekolah juga sudah memverifikasi SKTM. Beberapa di antaranya bahkan sampai bekerja sama dengan Kepolisian untuk menerangkan terkait konsekuensi hukum jika menggunakan data palsu.

“Ya, bekerja sama dengan Polsek atau Polres setempat, untuk menjelaskan karena yang lebih paham tentang aturan hukumnya, seperti SMA 1 Boyolali. Dan ternyata setelah orang tua dikumpulkan, ada yang menarik SKTM,” ujarnya. (mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya