Pengacara Yakin Terdakwa Pembunuh Petinggi Ormas Persis Bisa Bebas

Asep Maftuh, terdakwa pembunuhan R Prawoto sang petinggi organisasi Persatuan Islam atau Persis, dalam sidang di Pengadilan Negeri Bandung pada Kamis, 9 Agustus 2018.
Sumber :
  • VIVA/Adi Suparman

VIVA – Terdakwa pembunuhan R Prawoto sang petinggi organisasi Persatuan Islam atau Persis, Asep Maftuh, diklaim akan bebas dari tuntutan hukuman penjara 6,5 tahun.

Messi Terang-terangan Minta Dinaturalisasi dan Perkuat Timnas Indonesia, Tapi...

Penasihat hukum Asep Maftuh mengatakan itu seusai sidang lanjutan dengan agenda replik jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Bandung di Pengadilan Negeri Bandung pada Kamis, 9 Agustus 2018. Jaksa menolak pembelaan penasihat hukum dan meminta majelis hakim memvonis terdakwa.

Penasihat hukum Asep Maftuh, Gun Gun, menganggap jaksa keliru menerapkan pasal dakwaan kepada kliennya karena tidak bisa membuktikan perbuatannya. Jaksa menerapkan dakwaan primer, yakni pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dan dakwaan subsider pasal 351 ayat 3 KUH Pidana tentang penganiayaan mengakibatkan tewasnya seseorang.

Tragis, Persebaya Didenda Rp220 Juta Gara-gara Suporter

?"Pembelaan pertama, menurut kami, jaksa salah menerapkan pasal; kedua, menyatakan klien kami tidak bersalah atas kematian korban," ujar Gun Gun.

Menurutnya, korban dianiaya di dekat rumahnya pada pagi 1 Februari dengan benda tajam. Saat itu, korban dilarikan ke Rumah Sakit Santosa dalam kondisi kritis. Namun keluarga membawa pulang paksa korban dalam kondisi kritis dan kemudian pada sore korban meninggal.

Pesan Valente Jelang Laga Arema FC Kontra Persis

Jika korban tidak dibawa pulang, kata Gun Gun, akan ada fakta hukum yang bisa dibuktikan karena ada selisih waktu lima jam saat dibawa ke rumah sakit yang dibawa pulang hingga akhirnya meninggal.

"Karena dalam pernyataannya, yaitu saksi dalam hal ini dokter yang menerima korban bahwa korban (saat di rumah sakit) masih dalam keadaan hidup (tapi kemudian dibawa pulang dan akhirnya meninggal)," ujar Gun Gun.

Pada penerapan pasal 351 ayat 3 KUH Pidana di tuntutan pun, menurutnya, membutuhkan pembuktian soal penyebab kematian, korban. Dengan persidangan yang berjalan, dia menganggap penyebab kematian korban janggal.

"Kami inginkan autopsi karena ada kejanggalan dalam kematian korban. Sayangnya, tidak ada autopsi visum et repertum terhadap kematian HR Prawoto. Sehingga itu dasar kami membela, yakni masalah adanya kejanggalan dari kematian korban. Karena itu kami masih sesuai dengan pembelaan bahwa klien kami tidak bersalah atas kematian korban," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya