Gugatan Pasien Kanker Ditunda, Penggugat: Presiden Tak Ada Empati

Edy Haryadi, suami Juniarti pasien kanker yang menggugat BPJS.
Sumber :
  • Bayu Nugraha

VIVA – Edy Haryadi mengaku kecewa dengan kembali tidak hadirnya perwakilan Presiden Joko Widodo sebagai tergugat dalam sidang gugatan penghentian penjaminan obat kanker Trastuzumab atau Herceptin di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 4 September 2018. Edy adalah penggugat kedua dalam persoalan ini.  

Jokowi Bersyukur Angka Stunting Turun dari 37 Persen Menjadi 21 Persen

Menurut Edy, apa yang dilakukan perwakilan Presiden sama saja membuat Presiden tak empati dengan apa yang dialami warga negaranya.

"Hari ini kita sesalkan, Presiden sudah dikasih kesempatan dua minggu untuk hadir ternyata masih ada kendala. Ini sungguh ironis, artinya empati Presiden tuh mana sama warganya yang sakit, sama penderita kanker," kata Edy di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Di Universitas Harvard, Dirut BPJS Kesehatan Ungkap Jurus Capai UHC dalam 10 Tahun

Ia pun menegaskan, gugatan yang ia ajukan bukan permasalahan politis. Menurutnya, hal ini menyangkut nyawa sang istri, Juniarti, yang tengah berjuang melawan kanker. Dengan ditundanya kembali sidang, kata Edy, maka kesehatan sang istri saat ini masih tidak mendapatkan kejelasan.

"Kalau sidang tertunda lima minggu lagi mungkin dia ambruk di tengah sidang nantinya," ujar Edy.

Melahirkan Berulang Kali Dapat Menjadi Risiko Kanker Serviks, Benarkah?

Ia pun tak mempersalahkan jika sang istri nantinya meninggal saat proses sidang saat masih berjalan. Paling tidak, Edy menyebut dia dan istri sudah berjuang untuk para penderita kanker.

"Paling tidak bagi penderita HER2 positif yang terdeteksi setelah 1 April bisa menikmati akses terhadap transzuzumap jika kami berhasil (menangkan gugatan)," ujarnya.

Ia pun tak tahu apakah istrinya sanggup bertahan hingga sidang vonis dilaksanakan. Saat ini, lanjut Edy, sang istri hanya melakukan kemoterapi biasa tanpa minum obat. Dengan kondisi tersebut, ia menyebut perkembangan sel kanker jauh lebih cepat.

Ia pun mengaku tak punya biaya jika memang harus menanggung biaya obat sang istri. Sebab, sekali obat yang diberikan mencapai Rp25 juta.

"Saya nggak punya biaya. Saya juga untuk gugatan ini enggak bayar, dibayarin sama temen-temen sahabat-sahabat istri saya. Kebetulan dia berprofesi pengacara. Bahkan sampai bayar perkara ngak bayar. Kalau saya punya uang pasti saya bayar pakai pengacara mahal atau bayar traztuzumab," ujarnya.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) atau perwakilannya tidak menghadiri sidang terkait gugatan penghentian penjaminan obat kanker Trastuzumab atau Herceptin di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 4 September 2018. Gugatan itu dilayangkan penderita kanker payudara HER2 positif, Juniarti.

Dengan ketidakhadiran Jokowi atau perwakilannya sebagai tergugat 1, sidang akhirnya ditunda hingga 18 September 2018. Sebab, tanggal 11 September pekan depan merupakan hari libur nasional.

"Karena Selasa pekan tanggal merah. Kalau dianggap tidak hadir nanti akan ada panggilan dengan catatan. Jadi, sidang ditunda dua minggu berarti tanggal 18 September. Formil tetap kami lakukan pemanggilan kepada yang tidak hadir untuk memakai pihak ketiga. Catatan mohon pagi. Sepakat jam berapa? Jam 10 tidak boleh molor. Sepakat ditunda," kata Hakim Ketua Mery Taat Anggarasih di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa 4 September 2018.

Dalam persidangan tersebut, hanya kuasa hukum Menteri Kesehatan Nila F Moeloek sebagai tergugat 2 dan Dewan Pertimbangan Klinis Kemenkes sebagai tergugat 4, serta kuasa hukum BPJS Kesehatan sebagai tergugat 3 yang hadir. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya